REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kericuhan antara pedagang dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, tampaknya sulit untuk diselesaikan apalagi dengan kejadian ricuh beberapa waktu lalu. Namun, Pemda Jakarta Pusat berusaha akan benar-benar menyelesaikan selisih di kawasan tersebut, dan akan membina pedagang yang bandel.
"Sudah ada statemen Pak Anies juga dan kami juga sedang mempelajari dan evaluasi penataan PKL (pedagang kaki lima) Tanah Abang yang komprehensif," ujar Wakil Wali Kota Jakarta Pusat, Irwandi saat dikonfirmasi Republika.co.id, Ahad (20/1).
Penataan tentu perlu dilakukan secara lebih tegas lagi, lantaran untuk menjadikan kawasan Tanah Abang bisa lebih tertib lagi, kemudian juga mengurangi kemacetan di wilayah itu, serta menghilangkan kesemrawutan Pasar Tanah Abang yang sekarang sudah menjadi stigma kawasan itu. Solusi bagi PKL di sana juga masih perlu dievaluasi oleh Pemda Jakarta Pusat bersama dengan Pemprov DKI Jakarta.
"Ini semua untuk menjadikan Tanah Abang yang lebih tertib dan tidak ada kemacetan ataupun kesemrawutan," jelasnya.
Walaupun sebenarnya, bentrok antara pedagang Pasar Tanah Abang dengan Satpol PP yang berupaya bertindak tegas pada pedagang, sudah terjadi sejak bertahun-tahun. Namun, para PKL tetap membandel dan kembali lagi ke tempat yang sudah dilarang tersebut, akhirnya setiap kali hendak diamankan petugas Satpol PP, mereka justru marah.
Irwandi belum bisa menjelaskan dengan konkret, langkah apa yang harus diambil pemerintah untuk mengatasi pedagang yang bandel ini, karena dengan adanya Skybridge pun mereka tetap masih tidak teratur. "Masih kita lakukan penataan dan pembinaan, untuk yang bandel kita akan tertibkan. Karena tidak semua (pedagang) tertampung di Skybridge," katanya.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, pun terus berkoordinasi dengan Pemda Jakarta Pusat dalam upaya memantau perkembangan kawasan Tanah Abang apalagi sudah ada dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kericuhan beberapa waktu lalu.
"Intinya kita harus menjaga ketertiban. Dan dalam menjaga ketertiban itu, tentu yang tidak tertib harus ditertibkan. Cuma kadang-kadang ketika ditertibkan belum tentu leluasa, merasa senang. Teman-teman lihat pernah viral bukan di sosial media orang naik motor ke atas trotoar, ditertibkan malah marah. Yang marah itu malah siapa? Yang melanggar," jelasnya.
Yang melanggar, menurutnya seringkali lebih galak daripada yang menertibkan, dan fenomena ini sering dihadapi oleh petugas di lapangan. Ia mengimbau seluruh pihak agar tetap menahan diri sebab menjaga ketertiban adalah tugas seluruh masyarakat Indonesia.
Bagi para pedagang, Anies berharap agar bisa menghargai para petugas yang memang sedang menjalankan tugas mereka, jika memang petugas bekerja secara menyimpang, masyarakat diharapkan langsung melapor. Ia juga sangat menyayangkan karena kasus perlawanan terhadap petugas harus sampai ke ranah hukum, padahal kalau diselesaikan secara baik-baik semua akan tenang.
Penertiban rutin Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Pusat berlangsung di Jalan Kebonjati Raya, Tanah Abang, pada Kamis (17/1) sekitar pukul 10.00 WIB. Namun pedagang melawan dan memukul mundur dengan melempari petugas Satpol PP serta truk yang mengangkut beberapa barang milik pedagang hingga ke arah Blok A Pasar Tanah Abang.
Aparat gabungan kepolisian yang tiba di lokasi kembali mengamankan sejumlah tempat, mulai Stasiun Tanah Abang hingga kawasan Blok G. Kericuhan yang berlangsung di Pasar Tanah Abang itu, berujung pada pengamanan tiga orang yang diduga sebagai provokator yang memantik perkelahian pedagang dengan Satpol PP. Namun, kepolisian hanya menetapkan dua orang di antaranya sebagai tersangka.
"Dua orang jadi tersangka," ucap Kapolsek Tanah Abang AKBP Lukman Cahyono saat dikonfirmasi Republika.co.id, Jumat (18/1).
Dalam penetapan dua tersangka itu, polisi juga telah memeriksa tiga saksi untuk mendalami bagaimana awal mula peristiwa kericuhan terjadi. Ketiga saksi merupakan dua orang dari Satpol PP, dan satu orang dari pedagang yang melihat langsung kejadian tersebut. Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 212 KUHP tentang perbuatan melawan aparat hukum, dengan ancaman hukuman 1 tahun 4 bulan dan denda maksimal Rp 4,5 juta.
"Pelaku dijerat Pasal 212 ya," kata Lukman lagi.