REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembebasan Ustaz Abu Bakar Baasyir telah menimbulkan pro dan kontra. Setelah sempat dinyatakan bebas tanpa syarat, kemarin Senin (21/1), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto, mengatakan bahwa pembebasan Baasyir akan ditinjau lebih lanjut oleh pemerintah.
Menanggapi ini, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, memandang bahwa Basyir sudah semestinya dibebaskan. Dalam hal ini, ia mengatakan pemberian grasi oleh presiden harus berdasarkan permintaan. Jika Ustaz Baasyir tidak mau mengajukan permohonan, maka secara hukum grasi tidak bisa diberikan.
Mu'ti mengatakan, secara politik pengaruh Ustaz Baasyir sudah jauh berkurang dan sangat kecil. Selain karena usia senja, menurutnya, Baasyir juga sering menderita sakit. Sehingga, perlu mendapatkan perhatian dan perawatan dari keluarga dan dokter.
Di samping itu, menurutnya, banyak anggota jamaah Islam yang selama ini dikaitkan dengan Ustaz Baasyir seperti gerakan jamaah Islamiyah, Al-Qaidah, dan Ansarut Tauhid, mulai meninggalkan dan membentuk organisasi tersendiri. Ia mengatakan, banyak mantan anggota Ustaz Baasyir menjadi pendukung setia Pancasila dan NKRI. Sementara jika alasan politik, misalnya Ustaz Baasyir tidak mau menerima Pancasila, hal itu menurut Mu'ti tidak menjadi masalah.
"Masih banyak masyarakat yang tidak setuju Pancasila sebagai dasar negara. Yang penting mereka tidak melakukan kampanye menentang Pancasila. Kalau itu dilakukan maka bisa menjadi tindak pidana," kata Mu'ti, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Selasa (22/1).
Mu'ti juga menekankan agar pemerintah tidak terpengaruh terhadap tekanan asing. Dalam hal ini, Australia menentang keras pembebasan Baasyir yang menjadi terpidana kasus terorisme.
"Walaupun ada beberapa negara yang keberatan, Indonesia harus menunjukkan dirinya sebagai negara yang berdaulat yang tidak tunduk pada tekanan asing," tambahnya.
Ustaz Baasyir sudah menjalani masa hukuman 9 tahun dari total pidana 15 tahun dalam kasus terorisme. Ustaz Baasyir seharusnya dibebaskan pada 23 Desember 2018 lalu dengan syarat harus menandatangani pernyataan setia pada Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Akan tetapi, Ustaz Baasyir menolak syarat tersebut.
Hingga akhirnya, Presiden Joko Widodo menyetujui pembebasan Ustaz Baasyir tanpa syarat setelah mendengar laporan dari penasihat hukumnya, Yusril Ihza Mahendra. Saat mengunjungi ustaz Baasyir di Lapas Gunung Sindur pada Jumat (18/1) lalu, Yusril menyampaikan kabar pembebasannya. Sementara Presiden Jokowi mengatakan, bahwa pembebasan tersebut dilakukan atas dasar pertimbangan alasan kemanusiaan.