Ahad 27 Jan 2019 02:00 WIB

Novel Resah dengan Penegakan Hukum di Indonesia

Novel menilai praktik korupsi di Indonesia sudah sangat parah.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Muhammad Hafil
Penyidik KPK, Novel Baswedan saat memberikan keterangan kepada wartawan di Cikini, Jakarta Pusat (26/1).
Foto: Republika/Dedy D Nasution
Penyidik KPK, Novel Baswedan saat memberikan keterangan kepada wartawan di Cikini, Jakarta Pusat (26/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Teror terhadap anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus terjadi. Terakhir, pada  Januari 2019, ketua dan wakil Ketua KPK menjadi sasaran teror yang dialamatkan kepada rumah masing-masing.

Novel Baswedan, penyidik KPK yang juga menjadi korban penyiraman air keras yang terjadi pada Selasa subuh, 11 April 2017, meluapkan keluh kesahnya akan potret penegakan hukum di Indonesia. Pria berpangkat Komisaris Polisi itu menilai betapa anehnya, orang-orang yang ingin menegakkan hukum justru diburu dan diserang.

"Kita ingin Indonesia baik. Kenyataannya, mereka yang harusnya melakukan penegakan hukum diteror. Sunggu keterlaluan," kata Novel dalam diskusi bedah novel 'Teror Mata Abdi Astina' di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (26/1).

Novel menuturkan, praktik korupsi di Indonesia sudah amat parah. Sebab, hampir terjadi merata di semua sektor. Praktik korupsi juga telah dilakukan secara tersistematis sehingga mampu mengaburkan praktik korupsi yang diperbuat koruptor.

Keadaan bertambah miris lantaran mereka yang seharusnya ikut mengawasi justru terlibat dalam lingkaran korupsi. Alhasil, teror-teror yang dilakukan kepada anggota KPK seolah ditutupi dan dibiarkan. "Itu kejahatan. Itu luar biasa," kata Novel.

Menurut laki-laki berusia 41 tahun itu, sebuah negara tidak akan benar jika kondisi penegakan hukum tidak dalam kondisi baik. Cita-cita membangun perekonomian, kesejahteraan, dan kemakmuran rakyat sulit dicapai jika urusan hukum belum beres. Novel menilai, apapun kebijakan yang dibuat pasti ada celah ketika penegakan hukum bermasalah.

Pada momen Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 kali ini, ia juga menyangkan sikap sebagian masyarakat yang luput akan persoalan hukum. Mayoritas masih seperti nyaman dan betah berdebat seputar politik identitas yang minim esensi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement