REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rahma Sulistya, Dian Erika Nugraheny, Ali Mansur, Mabruroh
Musisi Ahmad Dhani Prasetyo pada Senin (28/1) divonis 1,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan karena terbukti secara meyakinkan bersalah dalam kasus ujaran kebencian lewat unggahan di Twitter-nya. Hakim pun langsung memerintahkan jaksa penuntut umum untuk menahan Dhani.
"Memerintahkan agar terdakwa ditahan, dan menetapkan barang bukti dari penuntut umum dirampas untuk dimusnahkan, yakni satu simcard dirampas untuk dimusnahkan dengan cara dinonaktifkan,” kata Hakim Ketua, Ratmoho.
Vonis hakim yang langsung dilanjutkan dengan proses penahanan tentunya berdampak pada aktivitas Dhani, termasuk pencalegannya. Seperti diketahui, pendiri grup musik Dewa 19 itu selain aktif bermusik saat ini juga terlibat dalam politik praktis dengan menjadi anggota calon legislatif (caleg).
Bersama istrinya, Mulan Jameela, Dhani kini menjadi caleg Gerindra. Mulan menjadi caleg di Garut, sementara Dhani menjadi caleg di Dapil 1 Jawa Timur (Surabaya dan Sidoarjo).
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, menjelaskan, status pencalonan seorang caleg yang tersangkut kasus pidana bisa tidak memenuhi syarat (TMS) jika sudah ada putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap (inkrah). Hal tersebut disampaikan Wahyu menganggapi status hukum Ahmad Dhani.
"Apabila ada caleg DPR, DPRD provinsi atau calon anggota DPD yang sudah ditetapkan sebagai calon tetap, apabila dia dijatuhi hukuman pidana yang sudah berkekuatan hukum tetap, maka dia tidak memenuhi syarat sebagai calon," ungkap Wahyu ketika dikonfirmasi, Senin (28/1) malam.
Dia melanjutkan, dalam kasus Ahmad Dhani, perlu dilihat kembali apakah putusan hukum kepada dirinya sudah berkekuatan hukum tetap atau belum. "Kalau belum, ya jalan terus (pencalonannya). Tetapi kalau sudah berkekuatan hukum tetap maka yang bersangkutan tidak memenuhi syarat," tuturnya.
Menurutnya, jika caleg Partai Gerindra yang maju di daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur 1 (Surabaya-Sidoarjo) itu mengajukan banding, berarti status putusan hukumnya belum inkrah. Wahyu juga menegaskan bahwa persoalannya bukan ditahan atau tidak ditahan, melainkan soal status hukumnya. Sebab, menurut dia tidak menutup kemungkinan jika ada caleg lainnya sedang bermasalah pidana.
"Artinya KPU belum bisa eksekusi. Yang bisa dieksekusi KPU adalah putusan hukum yang sudah inkrah atau tetap. Hal ini sebagaimana surat edaran kepada KPU provinsi, kabupaten/kota yang baru-baru ini kami sampaikan," tegas Wahyu.
Tim pengacara Ahmad Dhani mengajukan banding atas putusan PN Jakarta Selatan. Pernyataan banding disampaikan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Selasa (29/1).
"Kita sampaikan pernyataan banding terlebih dahulu ke Pengadilan Tinggi DKI pada Selasa, yang sudah dipersiapkan setelah hakim membaca putusan," kata Hendarsam Marantoko, pengacara Ahmad Dhani di Jakarta.
Hendarsam menyatakan langkah selanjutnya yang akan diambil tim kuasa hukum Ahmad Dhani mendaftarkan memori banding setelah menerima salinan putusan dari PN Jakarta Selatan. Adapun, Juru bicara Direktorat Advokasi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Habiburokhman, mengaku kaget mendengar Ahmad Dhani divonis 1,5 tahun penjara.
"Kami akan melakukan upaya hukum banding," tegas Habiburokhman.
Opini pakar
Pakar Hukum Pidana dari Universits Islam Indonesia Muzakir menyarankan agar musikus Ahmad Dhani mengajukan banding atas putusan PN Jakarta Selatan. Tujuannya, meluruskan terminologi jaksa dan hakim yang menafsirkan cicitan Dhani sebagai ujaran kebencian.
"Saran saya ahmad Dhani untuk mengajukan banding, untuk meluruskan terminologi yang dipakai hakim pengadilan ini harus diluruskan," kata Muzakir dalam sambungan telepon kepada Republika.co.id, Senin (28/1).
Menurut Muzakir, apa yang disampaikan Ahmad Dhani bukan termasuk dalam ujaran kebencian. Alasannya, pernyataan Dhani tidak disebutkan kepada etnis siapa.
"Jadi ini terlalu berlebihan jaksa hakim menafsirkan itu sebagai ujaran kebencian, maksud saya seharusnya kalau itu sebagai ujaran kebencian, maka yang ngomong koruptor oleh pejabat-pejabat semua itu juga ujaran kebencian," ujarnya.
Muzakir menyebutkan dulu pernah ada orang yang pernah mengatakan pendukung koruptor adalah koruptor, yang membela korupsi adalah koruptor. Kalimat seperti itu, menurutnya, sama saja dengan apa yang disampaikan Ahmad Dhani dalam cicitannya.
"Tapi kenapa mereka enggak dihukum yang ini (Dhani) dihukum? Hukum pidana itu objektif. Kalau Ahmad Dhani kena, yang lain juga kena. Jangan sampai justru diskriminasi yang mengarahkan kebencian justru penegak hukumnya,” tutur Muzakir.
Ia menambahkan jika kualitas ujaran yang sama tidak divonis salah maka ada yang salah dengan sistem hukum itu. Sejatinya, Muzakir mengatakan, jika seseorang dipidana maka mereka dihukum karena perbuatan mereka.
"Sehingga, berlaku asas persamaan di depan hukum. Jadi ini menurut saya Ahmad Dani banding, kemudian diluruskan itu terminologinya yang bagus seperti apa yang dapat dikenai pasal kebencian,” terangnya.