REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pepabri) Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar menegaskan kedua pasangan calon presiden-calon wakil presiden apabila terpilih harus tegas terhadap ancaman radikalisme. Dia menjelaskan, radikalisme itu ada yang berafilisiasi ke paham komunis, liberalisme dan paham ekstrim agama.
"Radikalisme itu adalah sikap yang ingin mengubah NKRI, atas ancaman tersebut, pasangan calon nomor urut 01 maupun 02 harus tegas," kata Agum usai deklarasi dukungan "Bravo Cijantung", di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan sikap tegas para paslon tersebut dibutuhkan agar NKRI dan Pancasila tetap jaya di Indonesia. Menurut dia, apabila ada pihak yang tidak suka dengan pemerintah, jangan disalurkan dengan tindakan radikal karena ada saluran sendiri yaitu Pemilu.
"Jangan karena ketidaksukaan terhadap pemerintah disalurkan dengan mendukung gerakan radikal, itu keliru besar. Kalau tidak suka dengan pemerintah ada salurannya, 17 April 2019, taati aturan dan etika demokrasi," ujarnya.
Dia mengimbau kepada semua pihak untuk mentaati norma dan etika demokrasi sehingga tidak boleh menghalalkan segala cara untuk meraih kemenangan di Pemilu 2019. Agum menegaskan bahwa PEPABRI akan bersikap netral di Pemilu 2019 dan tidak akan diam apabila ada pihak yang ingin mengubah NKRI dan Pancasila.
"NKRI dan Pancasila adalah jerih payah, keringat dan darah para pejuang bangsa Indonesia. Kalau ada yang mau ganti NKRI dan Pancasila, maka tidak boleh diam, NKRI dan Pancasila harus dibela," tuturnya.
Dalam kesempatan itu Agum kembali menegaskan bahwa Pepabri dan organisasi seperti Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD), Persatuan Purnawirawan Angkatan Laut (PPAL), Persatuan Purnawirawan Angkatan Udara (PPAU), dan Legiun Veteran RI akan bersikap netral di Pemilu 2019. Namun, dirinya mempersilakan para individu dari organisasi tersebut memiliki pilihan politik sendiri karena setelah menjadi purnawirawan, mereka memiliki hak memilih dan dipilih.