Jumat 01 Mar 2019 16:39 WIB

Analis: Sukuk Ritel SR-011 Masih Menarik

Tingkat imbal hasil suku ritel SR-011 sebesar 8,05 persen masih kompetitif

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman meberikan sambutan pada acara peluncuran Sukuk Negara Ritel Seri SR-011 di Jakarta, Jumat (1/3).
Foto: Republika/Prayogi
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman meberikan sambutan pada acara peluncuran Sukuk Negara Ritel Seri SR-011 di Jakarta, Jumat (1/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis Obligasi MNC Sekuritas, I Made Adi Saputra menilai sukuk ritel seri SR-011 masih menarik bagi investor ritel. Pertimbangannya adalah imbal hasil yang kompetitif dan masih lebih tinggi dibandingkan instrumen perbankan semisal deposito.

"Rata-rata deposito perbankan menawarkan tingkat imbal hasil sebesar 6,15 persen untuk tenor 12 bulan," kata dia pada Republika, Jumat (1/3).

Baca Juga

Jika dibandingkan dengan instrumen surat utang negara dengan tenor yang sama, saat ini ada di kisaran 7,25 persen. Artinya, tingkat imbal hasil dari SR-011 yang sebesar 8,05 persen masih kompetitif dibandingkan dua instrumen lainnya.

Selain itu, target capaian SR-011 sebesar Rp 10 triliun dinilai masih memungkinkan tercapai. Estimasi dari MNC Sekuritas, setidaknya penawaran masih bisa mencapai minimal Rp 7,5 triliun.

"Pertimbangan penurunan dibandingkan penerbitan di tahun 2018 lalu dikarenakan semakin seringnya penawaran SBN bagi investor ritel di tahun 2019," kata dia.

Pemerintah meluncurkan 10 Surat Berharga Negara (SBN) tahun ini termasuk obligasi, seri SBR dan ORI. Hal ini memunculkan kemungkinan dana investor akan terdistribusi ke seri-seri lainnya.

Direktur Pembiayaan Syariah DJPPR Kemenkeu Dwi Irianty Hadiningdyah menyampaikan selama 2018, pemerintah menyerap Rp 213 triliun melalui sukuk baik ritel maupun tabungan. Jumlah tersebut menempati porsi 29 persen dari total pendapatan melalui SBN.

"Tahun ini targetnya kira-kira sama," kata dia. Tahun lalu, pemerintah menerbitkan lima seri SBN termasuk obligasi. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Luky Alfirman menyampaikan semakin banyaknya jumlah penerbitan ini bertujuan untuk memperluas segmen investor ritel.

Adi sepakat banyaknya instrumen SBN yang diluncurkan tahun ini berimbas pada pendalaman pasar SBN domestik yang tadinya didominasi oleh investor institusi. Namun, untuk menggantikan dominasi investor asing, ia melihatnya masih belum bisa.

Pertama karena pemerintah masih membutuhkan dana investasi yang murah. Hal tersebut bisa didapatkan dengan adanya investor asing yang menempatkan dananya di instrumen SBN. Selain itu porsi asing dibandingkan dengan porsi ritel masih cukup lebar.

Jika dibandingkan kepemilikan investor asing di SBN yang mencapai Rp 935,11 triliun, kepemilkan oleh investor ritel baru senilai Rp 72,53 triliun atau baru 7,75 persen dari total kepemilikan investor asing. Persentase dari total SBN yang dapat diperdagangkan, kepemilikan investor asing mencapai 37,94 persen ada pun investor individu baru sebesar 2,94 persen.

"Kedepannya memang berusaha pendanaan mandiri, namun dengan kondisi saat ini masih belum bisa," kata dia.

Faktor yang mempengaruhi adalah tingkat suku bunga acuan dalam negeri yang masih lebih tinggi dibandingkan di luar negeri. Hal yersebut akan mempengaruhi ekspektasi tingkat pengembalian investasi oleh investor. Untuk mencapainya, harus berubah di struktur perbankan juga serta kondisi ekonomi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement