REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis Robertus Robet ditangkap polisi pada Rabu (6/3) malam. Menurut kuasa hukum dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu, Erwin Natosmal Oemar, penangkapan tersebut tidak seharusnya terjadi.
Lebih lanjut, Erwin menilai, kepolisian semestinya menemukan dan menangkap para pelaku hoaks yang telah memotong video, sehingga pernyataan Robertus Robert dikonsumsi publik secara parsial.
"Bukan malah menangkap dirinya dan (Robertus Robert) dituduh sebagai pelaku. Saudara Robert adalah korban dari orang-orang yang memotong orasinya secara sepenggal-penggal dan memprovokasi publik untuk menangkap informasi tidak secara utuh," ujar Erwin Natosmal Oemar saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (7/3).
Meskipun menghormati proses hukum yang berlangsung atas kliennya itu, Erwin menyayangkan proses itu terkesan dipaksakan. Sebab, tanpa ada pemberitahuan yang layak, pada Rabu (6/3) malam itu Robertus Robert didatangi sejumlah aparat untuk kemudian ditangkap. Selain itu, yang bersangkutan langsung diperiksa secara maraton.
"Harusnya, ada proses klarifikasi lebih dalam terhadap video yang beredar. Bahkan, jika (video) dilihat secara utuh, pernyataan Saudara Robert mengapresiasi reformasi TNI," kata Erwin.
Saat ditanya apakah kliennya itu ditahan, Erwin mengaku masih menunggu pihak yang berotoritas di divisi cyber crime kepolisian. "Untuk memastikan nasib klien kami dalam waktu 1 x 24 jam," jelas dia.
Adapun video yang dimaksud merekam suasana Aksi Kamisan pada 28 Februari 2019 di Jakarta. Dalam video tersebut, tampak Robertus Robert sedang berorasi sembari menyinggung institusi TNI. Khususnya terkait niat pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mengisi beberapa pos sipil di kementerian oleh perwira aktif TNI.
Baca juga: Kritik Rencana Kembalinya Dwifungsi TNI, Aktivis Ditangkap
Tautan video