REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Subdit 6 Ranmor Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya mengungkap kasus penggelapan mobil dengan modus sopir pribadi. Pengungkapan tersebut berasal dari laporan seorang warga bernama Dadang Iskandar yang membantu warga negara asing (WNA) asal Korea untuk mencari jasa supir pribadi.
"Selang dua hari jadi driver, tersangka AH (39) melarikan mobil milik orang Korea tersebut ke luar Jakarta. Setelah ditunggu-tunggu mobil itu tidak kembali dan akhirnya dilaporkan ke Polsek Mampang akhir bulan Desember 2018," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono, di Mapolda Metro Jaya, Kamis (14/3).
Setelah itu, lanjut Argo, Subdit Ranmor Polda Metro Jaya membantu Polsek Mampang dengan membentuk tim untuk menyelidiki kasus itu. Pada Februari 2019, tim ranmor berhasil menangkap AH di Tegal, Jawa Tengah. Namun, setelah ditangkap, AH mengaku, mobil yang dibawanya kabur itu sudah ia jual ke orang lain.
"Akhirnya, kita cari lagi siapa yang menerima penjualan mobil tersebut. Adalah seorang laki-laki sebagai penadah inisial AB (45), warga Tegal juga," imbuh Argo.
Argo menjelaskan, dari pengungkapan ini polisi menangkap lima orang lainnya yang juga berperan sebagai penadah, yakni ES, RH, AY, EL, dan HJ. Selain itu, sebanyak 53 mobil dengan berbagai jenis juga disita polisi sebagai barang bukti.
Mobil-mobil tersebut berasal dari Jakarta, kemudian dijual dengan harga murah tanpa kelengkapan surat-surat administrasi ke berbagai kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
"Mayoritas mobil ini masih dalam sistem kredit," ucapnya.
Oleh karena itu, Argo mengimbau kepada masyarakat jika ada seseorang yang menawarkan sebuah mobil atau kendaraan bermotor dengan harga murah untuk mengecek kelengkapan surat-surat kendaraan. Bahkan bisa melakukan pengecekan ke Samsat asal kendaraan tersebut untuk memastikan apakah kendaraan itu legal atau tidak.
Para tersangka akan dikenakan Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 480 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun, dan atau Pasal 36 UU Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dengan ancaman pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 50 juta.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Suwandi mengatakan, ia mengapresiasi kinerja pihak kepolisian yang mengungkap kasus ini. Ia juga menjelaskan, UU Fidusia bertujuan untuk memproteksi kreditur, dalam hal ini perusahaan-perusahaan pembiayaan atau yang lebih dikenal sebagai perusahaan leasing yang mempermudah masyarakat untuk membeli mobil maupun motor.
"Dengan kemudahan-kemudahan yang ada tentu diharapkan masyarakat paham dan taat akan aturan-aturan yang ada, yaitu membayar cicilan dengan baik dan tentunya dalam UU Fidusia tidak boleh dipindahtangankan, dijual, dan digadaikan jelas di dalam Pasal 36 tersebut," papar Suwandi saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Kamis (14/3).
Apabila dilakukan, seperti kasus tersebut, sambungnya, maka akan melanggar UU Fidusia dan akan ada hukum pidana tersendiri.