REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumur Batu milik Pemerintah Kota Bekasi masih gagal mengoperasikan PLTSa-nya sejak tahun 2016 lalu. Kepala Bidang Penataan Kota Tim Walikota Untuk Percepatan Penyelenggaraan Pemerintah dan Pembangunan (TWUP4) Puthut Wibowo, mengatakan, pihaknya telah menyurati PT Nusa Wijaya Abadi sekali pengembang agar kembali melakukan uji coba.
"Kalau gagal lagi maka akan kita evaluasi. Wali Kota sudah minta dicarikan solusi, apakah mau diputus atau jalan terus (kerja samanya)," ungkap Puthut, Selasa (26/3)
Puthut juga menjelaskan, ada beberapa kendala untuk mengoperasikan PLTSa Sumur Batu itu, salah satunya adalah alat-alat yang mengalami kerusakan. "Ada beberapa ya (yang rusak) untuk pemrosesan RDF salah satunya," ucap Puthut.
RDF atau Refused Derived Fuel merupakan teknologi ataupun alat yang sangat penting dalam memproses sampah karena berfungsi mengkonversi sampah kota menjadi sampah padat sehingga mempunyai nilai kalori tinggi.
Ia juga menyebutkan, selama proses pembangunan proyek pengelolaan sampah itu, pihak Pemkot tidak diizinkan masuk ke bagian produksi sehingga sulit melakukan evaluasi secara langsung. Kerja sama itu, sambung Puthut, seharusnya dilakukan evaluasi setiap 3 bulan sekali, namun PT Nusa Wijaya Abadi tidak pernah melaporkan perkembangan proyek itu.
"Sekali aja (laporan evaluasi) itu pada 2018," keluhnya.
Selain itu, kata Puthut, juga terdapat kendala lain berupa perizinan yang masih belum selesai. PT Nusa Wijaya Abadi, kata dia, masih belum menyelesaikan Izin Lingkungan, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan juga studi kelayakan. "Studi kelayakan dari pihak ketiga (tim penilai dari Kementerian ESDM), termasuk juga studi kelayakan untuk PLN (untuk mengirim listrik hasil pengolahan PLTSa),” kata dia.
Sementara itu, Direktur PT Nusa Wijaya Abadi, Tenno Sujarwanto mengatakan, kendala pada uci coba kedua itu karena mesin Governor Turbin atau mesin pembangkit listriknya dipaksa bekerja secara minimum. Hal itu dikarenakan belum adanya penyaluran listrik hasil olahan PLTSa kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN).
“Turbin itu rusak karena dioperasikal secara minimal, seharusnya menghasilkan 1,5 megawat tapi waktu uji coba kita tekan jadi 0,25 mega watt saja,” kata dia, Selasa (26/3).
Penjulan listrik hasil dari PLTSa, kata Tenno, baru bisa dilaksanakan setelah Power Purchase Agreement (PPA) atau kontrak jual beli listrik dengan PLN. Sedangkan PLTSa Sumur Batu, sudah terlebih dahulu membangun Power Plan atau sistem pembangkit listrik sebelum PPA diselesaikan. “Kita bangun power plan duluan, tujuannya membuktikan ada solusi sampah di Indonesia,” ucap Tenno.
Atas alasan itulah, Tenno selaku Direktur PT Nusa Wijaya Abadi mengaku belum bisa mengoperasikan PLTSa Sumur Batu. Selain itu, ia beralasan, dari 12 kota yang diamanatkan Peraturan Presiden untuk membangun PLTSa, baru kota Solo yang sudah memiliki PPA.
PT Nusa Abadi Wijaya, tutur Tenno, masih membutuhkan waktu untuk mengurus PPA. Pihaknya menagku sudah memberikan presentasi uji kelayakan kepada PLN, namun PLN meminta adanya perbaikan. Jika PPA sudah diapatkan, bukan berarti PLTSa bisa langsung beroperasi karena harus mendapatkan Surat Layak Operasi (SLO) terlebih dahulu dari Kementerian ESDM.
“Diuji coba dulu selama 3 kali 24 jam baru keluar sertifikatnya,” ucapnya.
Sedangkan untuk perizinan lainnya, Tenno menyebutkan, hanya tinggal menunggu Pemerintah Kota Bekasi untuk mengeluarkannya. Maka dari itu Tenno memperkirakan PLTSa itu sudah bisa beroperasi pada bulan April 2019 ini.