REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono menegaskan proses rekapitulasi suara pada Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden 2019 dilakukan di Kantor Komisi Pemilihan Umum. KPU sudah tidak pernah melakukan rekapitulasi penghitungan suara di luar KPU.
"Sejak Pemilu 2014, rekap penghitungan suara itu sudah tidak lagi di hotel, tapi di kantor KPU," kata Pramono saat tampil sebagai narasumber dalam acara
Rakornas bidang Kewaspadaan Nasional dalam Rangka Pemantapan Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2019 di Jakarta, Rabu (27/3).
Dalam acara yang diselenggarakan Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri ini, Pramono menjelaskan rekap penghitungan di hotel dilaksanakan pada Pemilu 2004 dan Pemilu 2009. Pramono menambahkan publik juga bisa mengetahui informasi tentang penghitungan suara secara cepat melalui program yang dinamakan SITUNG (Sistem Perhitungan Suara).
"SITUNG bukan pengumuman hasil resmi Pemilu, tapi hanya sebagai alat bantu untuk menjaga transparansi dan informasi supaya masyarakat bisa cepat mengetahui hasilnya. Kalau hasil resmi tunggu pengumuman dari KPU," kata Pramono.
Situng dibuat KPU karena kalau menunggu hasil resmi KPU melalui penghitungan KPU secara manual dan berjenjang dari TPS ke kecamatan, kabupaten hingga ke KPU pusat membutuhkan waktu 35 hari.
"Kalau dengan Situng karena caranya menscan Formulir C1 dari TPS maka tiga hari ditargetkan bisa diketahui maksimal 20 persen hasil Pemilu. Jadi, kira-kira 5 hari bisa diketahui minimal 60 persen hasil pemungutan suara secara nasional," ujarnya.
Pramono mengatakan adanya kendala geografis di daerah tertentu seperti Papua dan Maluku Utara menyulitkan untuk mengetahui informasi secara cepat hasil pemungutan suara secara nasional. "Tapi sekali lagi, SITUNG hanya sebagai informasi bukan hasil resmi Pemilu karena yang diakui adalah hasil berdasarkan rekap manual dan berjenjang dari TPS sampai KPU Pusat," ujarnya.
Terkait mengenai berita surat suara yang ditemukan rusak di KPU daerah, Pramono mengatakan hal itu bukan kesengajaan, tapi akibat proses pengiriman dari pabrik ke kantor KPU daerah.
"Jangan berpikir yang aneh-aneh itu proses yang wajar. Surat suara yang rusak itu masih menjadi tanggung jawab percetakan karena proses pengiriman dan sortir," katanya.