REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) menilai besarnya jumlah penduduk Muslim menjadi salah satu kekuatan diplomasi Indonesia, terutama untuk membantu penyelesaian konflik di berbagai belahan dunia.
Menurut laporan sebuah lembaga riset global Pew Research pada 2010, Indonesia dengan 209,1 juta penduduk Muslim menempati urutan teratas sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.
Fakta tersebut, menurut Jokowi, membuat Indonesia seringkali diberi kepercayaan untuk membantu menyelesaikan berbagai isu internasional.
“Misalnya di Rakhine State, kita diminta PBB untuk menengahi proses kembalinya para pengungsi (Rohingya) dari Cox’s Bazar ke Rakhine State,” kata Jokowi dalam debat capres keempat di Hotel Shangri-La, Jakarta, Sabtu (30/3) malam.
Dia menyebutkan, Indonesia bersama dengan negara-negara anggota ASEAN telah memberikan mandat kepada Badan Pusat Koordinasi ASEAN untuk Bantuan Kemanusiaan (AHA Centre) guna membantu proses repatriasi ratusan ribu warga Muslim Rohingya dari kamp-kamp pengungsian di Cox’s Bazar, Bangladesh ke Rakhine State, Myanmar dengan damai, aman, dan bermartabat.
Jokowi menyatakan selain penyelesaian konflik di Rakhine State, Indonesia juga memainkan peran diplomasi untuk mendorong perdamaian di sejumlah negara seperti Afghanistan dan Palestina.
“Di Afghanistan, kita juga diberikan kepercayaan untuk ikut merukunkan dan mendamaikan faksi-faksi yang berkonflik di sana. Sehingga inilah yang menjadi kekuatan (diplomasi). Saya kira kekuatan kita sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia bisa kita jadikan sebagai modal besar bagi kita berdiplomasi dengan negara-negara lain,” tutur dia.
Selain penyelesaian konflik, menurut Jokowi, Indonesia telah menggunakan keunggulan diplomasi untuk menawarkan dan menjual produk-produk dalam negeri ke negara lain, termasuk negara yang juga memiliki penduduk Muslim.
Hubungan internasional menjadi salah satu topik yang dibahas oleh Jokowi dan Prabowo Subianto, dalam debat capres putaran keempat.
Selain topik tersebut, kedua capres juga saling beradu gagasan dalam hal ideologi, pemerintahan, serta pertahanan dan keamanan.