REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil sigi Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyebut pasangan Joko Widodo-KH Maruf Amin hanya tertinggal tipis di kalangan Front Pembela Islam (FPI) dengan rentang dukungan 41,2-47,6 persen. Sementara pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno unggul dengan rentang 52,4-58,8 persen.
Hasil survei ini diragukan oleh FPI sendiri, bahkan menganggap LSI Denny JA sedang mengibul. "LSI Denny JA kalau lagi ngibul gitu deh. Entar dibilang pemilih FPI ingin tinggal di bulan. Sekalian saja bilang, hasil survei pemilih FPI, Denny JA diinginkan jadi presiden," kritik Juru Bicara FPI, Munarman dalam pesan singkatnya kepada Republika, Rabu (3/4).
Munarman meminta LSI Denny JA tidak keterlaluan dalam menghayal. Sebab khayalan seperti itu sudah bisa disebut survey collar crime. Artinya sudah menyalahgunakan ilmu statistik.
Denny JA sendiri, kata Munarman, merasa bangga bahwa pihaknya mendapatkan paket lengkap program survei berbayar dari pasangan calon nomor urut 01. Termasuk dalam paket ini adalah pembentukan opini melalui engineering survey dan produk meme.
"Ini sudah menjadi rahasia umum. Dalam beberapa survei pilgub, seperti di Jateng, Jabar dan DKI survei LSI Denny JA juga ngawur abis," sindirnya.
Munarman memberikan contoh, dalam survei Pilkada DKI Jakarta 2017 silam, Anies Baswedan-Sandiaga Uno diprediksikan tersingkir di putaran pertama dan cuma mendapat 21 persen. Sementara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot memperoleh 32,6 persen dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)- Silviana 36,7 persen.
"Kenapa hasilnya bisa demikian? Karena LSI Denny JA waktu itu dibayar oleh paslon yang angka surveinya paling tinggi di survei LSI Denny JA," ucapnya.
Kemudian dalam Pilkada Jawa Barat, pasangan Sudrajat-Syaikhu hanya mendapat 8,2 persen. Pada kenyataannya pasangan ini mendapatkan 28,74 persen. Pilkada Jateng, pasangan Sudirman Said hanya mendapat 13 persen, ternyata hasil akhir mendapatkan 41,22 persen.
Maka dengan track record seperti itu, Munarman menilai LSI Danny JA sudah terbukti melakukan survey collar crime. "Survei-survei untuk pembentukan opini yang dilakukan Denny JA tersebut sudah sejak lama dilakukan. Jadi rakyat dan media harus tahu track record dan pekerjaan kaum penyalahguna survei dalam mencari makan," keluhnya.