Rabu 24 Apr 2019 06:03 WIB

Tokoh Perubahan Republika: Merajut Persatuan

Republika kembali menggelar malam penghargaan Tokoh Perubahan Republika 2018.

Kepala Pusat Data dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) - Sutopo Purwo Nugroho
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kepala Pusat Data dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) - Sutopo Purwo Nugroho

REPUBLIKA.CO.ID, Rekahan hubungan berkebangsaan masyarakat Indonesia sukar disangkal kehadirannya selepas Pemilu 2019 ini. Persatuan kali ini tak bisa lagi jadi sekadar semboyan, tetapi menjadi keniscayaan untuk menjaga keutuhan bangsa.

Dengan semangat menjaga persatuan itu, Republika kembali menggelar malam penghargaan Tokoh Perubahan Republika 2018. Acara tersebut akan digelar di gedung Djakarta Theater, Jakarta Pusat, pada Rabu (24/4). Bukan kebetulan, kali ini tema yang diambil adalah “Merajut Persatuan untuk Kejayaan Bangsa”.

Baca Juga

Pemimpin Redaksi Republika Irfan Junaidi mengatakan, penghargaan Tokoh Perubahan Republika yang sudah dimulai sejak 2005 atau 14 tahun lalu itu teguh dengan semangat menularkan inspirasi kebaikan kepada khalayak masyarakat.

Ia juga menambahkan, tema yang diangkat dalam penghargaan kali ini memang dirasa penting untuk disuarakan. “Tema ini perlu diangkat melihat kenyataan bahwa di masyarakat saat ini ada keterbelahan yang harus segera diakhiri," kata Irfan, Selasa (23/4).

Melalui acara penghargaan tersebut, Republika bertekad menjaga bangsa Indoensia dari ancaman perpecahan dan perselisihan. Menurut Irfan, yang terpenting saat ini, selepas dilaksanakannya pemilihan umum, adalah mewujudkan bangsa yang damai, maju, dan sejahtera.

Untuk menekankan pesan persatuannya, berbagai tokoh lintas afiliasi politik serta berbagai organisasi masyarakat diundang menghadiri acara penghargaan Tokoh Perubahan Republika tersebut. Sejumlah menteri Kabinet Kerja juga dijadwalkan menghadiri acara tersebut.

Tokoh-tokoh yang dianugerahi penghargaan tahun ini juga diharapkan bisa mencerminkan semangat persatuan. Di antara para penerima penghargaan adalah Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho, Rektor Universitas Muhammadiyah Sorong Rustamadji, Direktur Wahid Institute Yenny Wahid, Ketua Dewan Syuro Takmir Masjid Jogokariyan Ustaz Muhammad Jazir, serta pengusaha asal Papua Barat sekaligus ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bahlil Lahadalia.

Sutopo dianggap layak diganjar penghargaan ini karena upayanya menginformasikan kebencanaan di Indonesia sejak beberapa tahun belakangan. Hal yang ia sampaikan sedikit banyak mampu membangun solidaritas antaranak bangsa.

Informasi yang ia sampaikan jadi penting karena begitu banyak bencana alam yang menimpa berbagai wilayah di Indonesia belakangan. Sepanjang 2018, tak kurang dari 2.564 bencana terjadi di berbagai daerah di Tanah Air.

Ajaibnya Sutopo melaksanakan tugas tersebut meski tengah mengidap penyakit parah. “Mungkin di situlah bagian dari amal perbuatan, amal ibadah, yang bisa saya lakukan, melayani teman-teman media, melayani masyarakat," ujarnya.

Sementara, Rustamadji, seorang pria yang lahir di Pontianak, Kalimantan Barat, menunjukkan kepedulian lintas batas wilayah. Ia berupaya mengangkat harkat warga suku Kokoda di Sorong, Papua Barat.

"Alhamdulillah, sekarang anak-anak suku Kokoda sudah banyak yang melanjutkan sekolah, belajar di SMA dan perguruan tinggi. Kesadaran mereka terhadap pendidikan makin meningkat," kata Rustamadji.

Zannuba Ariffah Chafsoh atau yang lebih akrab disapa Yenny Wahid dinilai layak mendapat anugerah Tokoh Perubahan terait upaya merajut persatuan dalam keberagaman melalui lembaga Wahid Foundation.

Putri Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid, itu dengan gigih memperjuangkan moderasi dan toleransi antarumat beragama. “Kita melawan itu dengan gerakan kultural khas Indonesia, yaitu kearifan di sini yang berbasis pada Pancasila,” ujar dia.

Sementara, Ustaz Muhammad Jazir adalah salah satu pelopor yang menjadikan Masjid Jogokariyan di Kota Yogyakarta menjadi salah satu masjid paling ternama di Indonesia. Bukan karena kemegahannya, melainkan inovasi-inovasi dan gerakan kerakyatan dari masjid itu yang membuat harum namanya.

Bermula dari sebuah langgar kecil, Masjid Jogokariyan telah menjelma menjadi pusat kegiatan yang terus berusaha membangun umat dan menyejahterakan masyarakat di sekitarnya.

“Alhamdulillah, banyak yang sudah terbantu dan mentas dari kemiskinan. Saat ini sudah ada sekitar 73 pengusaha yang dilahirkan oleh masjid. Mereka inilah yang sudah dibina dan dibantu,” ujarnya.

Masjid ini tak hanya makmur dengan kegiatan-kegiatan ubudiyah, tapi juga menjadi tempat rekreasi ruhani jamaah dan tempat merujuk berbagai persoalan masyarakat. Tak hanya itu, Masjid Jogokariyan tergolong inklusif dengan mempersilakan para penceramah dari berbagai golongan dalam Islam mengisi materi.

Sementara, Bahlil Lahadia dinilai berhasil memicu Hipmi untuk berbenah diri. Bahlil berupaya untuk mengikis citra Hipmi sebagai tempat berkumpulnya anak-anak borjuis. Hipmi, kata dia, milik semua anak bangsa yang memang mau menjadi kader Hipmi. Hipmi bukan hanya untuk orang kaya.

"Hipmi lahir dengan cita-cita mengubah nasib dan pola pikir anak muda untuk menjadi pebisnis," ujarnya. 

(fauziah mursid/ahmad syalaby ichsan/idealisa masyrafina/ wahyu suryana/fuji pratiwi ed: fitriyan zamzami)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement