REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM— Sudan berpotensi menghadapi kudeta balasan jika para penguasa militer dan oposisi tidak mencapai perjanjian mengenai peralihan kekuasaan.
Pernyataan ini disampaikan tokoh oposisi terkemuka Sadiq al-Mahdi pada Kamis (25/4). Mahdi meyakini Dewan Militer Sudan akan menyerahkan kekuasaan kepada pihak sipil jika kebuntuan yang saat ini terjadi pecah.
Dia juga mengatakan akan mempertimbangkan untuk mencalonkan diri dalam pemilihan presiden bukan dalam masa transisi.
"Saya berpendapat niat mereka bagus," kata dia tentang para jenderal tentara yang menggulingkan Presiden Omar al-Bashir pada 11 April, tiga dekade setelah dia sendiri merebut kekuasaan dalam satu kudeta dan kemudian membentuk Dewan Militer Transisi (TMC). "Mereka tak tertarik dengan pemerintahan militer."
Mahdi, perdana menteri terpilih terakhir di Sudan, digulingkan Bashir dalam kudeta tak berdarah pada 1999. Ia merupakan politisi paling terkemuka di Sudan, dan partai Ummah pimpinannya terlibat dalam perundingan-perundingan dengan TMC.
Para penganut garis keras dari Partai Kongres Nasional Sudan pimpinan Bashir berpotensi melakukan kudeta bersama para sekutu di dalam tubuh tentara jika TMC dan oposisi gagal membuat kemajuan dalam perundingan.
Bashir jatuh dari kekuasaan setelah protes-protes selama beberapa pekan dan Asosiasi Profesional Sudan, penyelenggara protes utama, menyerukan pawai sejuta orang pada Kamis sore untuk menekan bagi pembentukan pemerintahan sipil.