REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mochammad Afifuddin, menyebutkan ada hal yang tak terpikirkan akan terjadi saat penyelenggara pemilu melakukan simulasi pemilu. Hal-hal yang luput dari perhatian tersebut merupakan hal teknis sebelum hari pencoblosan dilakukan.
"Situasi yang tidak terjadi, yang tidak pernah kita pikirkan dalam situasi itu adalah, hal-hal yang tak kita pikirkan itu, misalnya dalam situasi hari H TPS. Pemilu ini kan masalah teknis sebenarnya," kata Afif di Jakarta Pusat, Sabtu (27/4).
Ia memberikan contoh, yakni terkait jajaran Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang tidak hanya bekerja mulai dari pukul 07.00 WIB. Petugas KPPS pada kenyataannya harus menyiapkan tempat pemungutan suara (TPS) dan lain sebagainya terkait pelaksanaan pemungutan suara sejak malam harinya.
Kemudian, kata dia, ditambah lagi dengan penghitungan yang belum tentu semuanya berjalan lancar. Ada keberatan dari saksi, catatan pengawas, dan masih banyak hal lagi yang diverifikasi. Belum lagi jika saat akan mengisi rekapitulasi di formulir tapi formulirnya tidak ada.
"Ini langsung membuat situasi yang menegangkan dalam tanda kutip secara psikis apalagi semua mata tertuju pada mereka. Hal-hal seperti ini saya kira tentu tidak semuanya tergambar, terekam, ketika kita melakukan simulasi," ujarnya.
Karena itu, ia mengatakan, banyak hal yang dapat menyebabkan semua itu terjadi. Tapi, ia menyebutkan, hal-hal itu terkait dengan manajemen kepemiluan. Manajemen hal-hal teknis seperti kapan surat suara dicetak, didistribusikan, dan lain sebagainya.
"Saya kira semua kita cenderung sepakat, di antara pemicu kebanyakan terjadinya pemilu lanjutan jelas karena surat suara itu tidak tersedia atau kurang. Kemudian pemilu susulan jelas karena logistik belum sampai di TPS karena alasan bencana dan faktor lain," kata dia.