REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas menandatangani Letter of Intent (LoI) dengan Asian Development Bank (ADB) di Fiji, Kamis (2/5). Kemitraan ini sebagai upaya memperkuat langkah preventif dalam mengatasi sampah laut atau marine debris.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, LoI tersebut bertujuan mengeksplorasi semua kemungkinan kerjasama pembangunan antara kedua belah pihak. Kerja sama dilakukan dengan melihat praktik terbaik yang telah dilakukan oleh negara anggota lainnya untuk mengurangi sampah laut.
Menurut Bambang, kerja sama tidak terbatas dalam bentuk perencanaan dan reformasi kebijakan dan peraturan, juga dalam persiapan investasi ekosistem ekonomi sirkular. "Selain itu, dalam bentuk dukungan peningkatan pengetahuan, pembiayaan, dan kemitraan dengan Pemerintah Indonesia," tuturnya dalam rilis yang diterima Republika, Kamis (2/5) malam.
Sampah laut kini telah menjadi masalah lingkungan yang perlu kita berikan perhatian khusus baik di tingkat nasional maupun global. Tercatat sekitar 45-70 persen dari semua sampah laut adalah dalam bentuk plastik. Dampaknya tidak hanya mengancam kehidupan biota laut Indonesia, juga kehidupan masyarakat kita.
Sebelumnya, Indonesia sudah melakukan perjanjian Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular (South-South and Triangular Cooperation/SSTC). Dalam hal ini, pemerintah Indonesia berupaya bahu membahu bersama negara-negara Asia Pasifik lainnya untuk mengatasi sekaligus menghadapi dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah laut tersebut.
Bambang mengatakan, perhatian khusus yang diberikan oleh pemerintah Indonesia untuk mengendalikan sampah laut adalah dalam bentuk komitmen untuk mengurangi jumlah sampah plastik laut. Komitmen ini tercantum dalam rancangan awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Dalam upaya berbagi pengetahuan, bantuan teknis yang diharapkan dari kerja sama ini meliputi tiga hal. Pertama, kerja sama pembangunan untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan untuk mengurangi pencemaran sampah plastik di laut. "Terutama melalui pengembangan rencana aksi di level nasional, provinsi, dan kabupaten/kota serta peninjauan dan penyusunan kebijakan dan peraturan yang mendukung transisi ke ekonomi sirkular," tutur Bambang.
Kedua, promosi keterlibatan aktor non pemerintah, termasuk sektor swasta untuk mengurangi pencemaran sampah plastik di laut. Dimulai dari aksi penilaian kelayakan awal, desain konsep, atau masukan persiapan proyek. Ke depan, diharapkan ada satu proyek percontohan berbasis masyarakat dalam skala kecil untuk menuju ekonomi sirkular.
Ketiga, peningkatan kemitraan pembangunan, pembiayaan, dan pengetahuan sebagai solusi terhadap pencemaran sampah plastik di laut. Di antaranya melalui dialog kebijakan tingkat tinggi, berbagi inovasi, teknologi dan keberhasilan, kolaborasi dengan program subregional khususnya dengan negara ASEAN.
Bambang menjelaskan, Kementerian PPN/Bappenas dan ADB sepakat akan satu hal. Yakni, ada kebutuhan kedua belah pihak untuk memperkuat kerja sama di tingkat regional dan internasional dengan berbagai negara dan aktor internasional di bawah kerangka SSTC.
Hal tersebut memiliki berbagai tujuan, termasuk menghasilkan dan menyebarluaskan hasil riset dan pengetahuan. "Tindakan holistik dan kolaboratif sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan mengurangi pencemaran sampah plastik di laut yang merupakan ancaman global," kata Bambang.
Setelah penandatanganan LoI, Bambang mengatakan, ADB akan memberikan asistensi teknis regional ke pemerintah Indonesia. Bersama dengan SSTC, asistensi ini akan menjadi dasar yang sangat kuat untuk mengatasi masalah sampah plastik laut di Indonesia.