REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ratusan guru honorer di Kota Bandung mengeluh tak bisa mendapatkan honorarium. Hal ini terjadi, setelah adanya Perwal No 014/2019 tentang pemberian Honorarium peningkatan mutu bagi guru dan TAS Non PNS. Padahal, biasanya semua guru honorer tersebut mendapatkan dana hibah dari Pemkot Bandung sebagai tambahan penghasilan mereka. Oleh karena itu, Forum Guru Independen (FAGI) akan mem PTUN kan Perwal tersebut.
"Biasanya, semua guru honorer dapat dana hibah sekitar Rp 3 juta per tahun. Namun, adanya Perwal baru justru membuat ratusan guru honorer tak bisa mendapatkan lagi uang honorarium dan membulkan gejolak," ujar Ketua Forum Guru Independen (FAGI) Kota Bandung, Iwan Hermawan, kepada wartawan Jumat (10/5).
Iwan menjelaskan, awalnya Pemkot Bandung setiap tahun memberikan dana hibah untuk guru honorer semua disamaratakan mendapat Rp 3 juta perntahun. Namun, pada 2018 sistemnya diubah bukan dana hibah lagi, tapi langsung dikelola Disdik Kota Bandung sistemnya per triwulan. Yakni, guru honorer mendapatkan sekitar Rp 2,4 juta per triwulan dan SMP sekitar Rp 3 juta per triwulan.
Kemudian, kata Iwan, mulai tahun ini Wali Kota Bandung membuat Peraturan Wali Kota (Perwal) No 14 tahun 2019. Dalam aturan tersebut, dibuat klasifikasi guru yang bisa mendapatkan honorarium. Yakni, guru klasifikasi A dengan syarat harus S1, mengajar 24 jam dan SK pengangkatan 2005 ke atas. Sedangkan guru klasifikasi B belum S1, dan S1 mengajar 24 jam di bawah SK 2005.
"Namun, aturan ini menimbulkan banyak masalah di lapangan. Karena, banyak guru yang harus mengajar 24 jam di dua sekolah. Kan untuk mendapatkan satu sekolah 24 jam susah terutam sekolah swasta," paparnya.
Sedangkan di sekolah negeri, kata Iwan, guru honorer kebanyakan justru ditempatkan untuk mengisi posisi guru yang pensiun sehingga untuk mengejar 24 jam harus mengajar di dua tempat. Perwal baru ini, menimbulkan banyak gejolak karena banyak guru honorer yang tak bisa mendapatkan honorarium lagi karena memiliki kendala.
Kendala tersebut, kata dia, di antaranya guru honorer ada yabg belum terdaftar di Dapodik (data pokok pendidikan), masa kerja kurang, jumlah siswa tidak sesuai standar, jenjang pendidikan Paud formal harus S1 dan non formal harus SMA.
"Kalau datanya tidak sesuai maka guru akan terhapus dari daftar penerima. Kan ini tak adil padahal biasanya semua guru menerima setiap tahun," katanya.
Menurut Iwan, melihat kondisi ini FAGI Kota Bandung tak akan diam. Karena, ini menyangkut keadilan untuk semua guru honorer yang sudah mengabdikan diri mereka pada pendidikan. Biasanya, mereka hanya mendapatkan gaji dari sekolah sekitar Rp 300 sampai 400 ribu per bulan. Dengan adanya uang honorarium ini, para guru honorer jadi bisa diperlakukan lebih manusiawi dan layak.
"Kami sudah meminta audensi dengan Wali Kota Bandung untuk membicarakan hal ini. Kalau cara ini tak berhasil, kami akan mem PTUN kan Perwal untuk dibatalkan. Karena ada ketidakadilan pada guru honorer yang biasanya bisa rata memperoleh honorarium," paparnya.
Iwan menilai, sebenarnya Pemkot Bandung bisa mencontoh Pemprov Jabar dalam menghitung pemberian honor bagi guru. Yakni, pemberian honor berdasarkan jam kerja. Sehingga, ada keadilan untuk semuanya.
"Kalau dengan Perwal sekarang, guru honorer yang jam mengajar kurang dari 24 jam langsung tak bisa mendapatkan honor. Kan ini tak adil, mereka sudah bekerja tak dapat apa-apa," katanya.
Iwa menilai, Perwal ini pun bermasalah karena sosialisasi yang kurang. Padahal seharusnya, sebelum dibuat ada proses uji publik terlebih dulu.