REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdatul Ulama (ISNU) Ali Masykur Musa menilai, Ijtima Ulama tidak berkompeten untuk menilai proses pemilu. Ia pun mempertanyakan Ijtima Ulama itu mewakili siapa.
"Kalau ada yang (patut) menilai kecurangan atau tidak, itu bukan Ijtima Ulama," kata Ali kepada wartawan, Sabtu (11/5).
Sebelumnya, Ijtima Ulama III yang diadakan pada tanggal 1 Mei 2019 menghasilkan beberapa rekomendasi. Beberapa di antaranya, Ijtima Ulama III menyimpulkan terjadi kecurangan dan kejahatan bersifat terstruktur, sistematis, dan masif dalam proses penyelenggaraan pemilu 2019. Selain itu, musyawarah ulama itu juga meminta KPU mendiskualifikasi capres dan cawapres nomor urut 01.
Menurut Ali, setiap elemen dalam negara Indonesia itu sudah memiliki peran masing-masing. Seperti guru berperan mendidik muridnya, KPU berperan untuk menyelenggarakan pemilu, dan Bawaslu perannya untuk megawasi kalau ada pelanggaran. "Ulama itu perannya untuk menginspirasi umat," kata dia.
Ia juga mempertanyakan keterwakilan ulama dalam Ijtima Ulama III tersebut. Karena, kata dia, tidak semua ulama ikut serta. "Nahdatul Ulama bagaimana?," ucap Ali.
Pernyataan itu disampaikan Ali sebelum memulai acara Tasyakuran Bangsa dan Buka Bersama KH Ma'ruf Amin. Acara yang diadakan oleh PP ISNU itu dihelat di Pendopo Graha Alam Indah, Condet, Jakarta Timur. Ma'ruf Amin sendiri merupakan ketua dewan pembina ISNU.
Seperti diketahui, Ma'ruf Amin adalah cawapres yang mendampingi capres Joko Widodo dalam ajang Pemilihan Presiden 2019. Berdasarkan hasil hitung cepat KPU, untuk sementara pasangan nomor urut 01 itu memimpin dengan perolehan suara 56 persen. Data masuk sudah mencapai 76 persen.