Senin 13 May 2019 12:21 WIB

Sri Lanka Kembali Blokir Sosial Media Usai Serangan Masjid

Puluhan orang di Sri Lanka melemparkan batu ke masjid pada Ahad (12/5).

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Polisi berjaga di lokasi baku tembak antara tentara dengan terduga militan di Kalmunai, Sri Lanka, Ahad (28/4).
Foto: AP Photo/Gemunu Amarasinghe
Polisi berjaga di lokasi baku tembak antara tentara dengan terduga militan di Kalmunai, Sri Lanka, Ahad (28/4).

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Pemerintah Sri Lanka kembali memblokir sementara beberapa jaringan media sosial dan aplikasi pengiriman pesan, termasuk Facebook dan WhatsApp, Senin (13/5). Hal itu menyusul insiden kekerasan setelah pengeboman di hari Paskah oleh militan Islam dan yang terbaru serangan terhadap masjid, Ahad (12/5). 

Puluhan orang melemparkan batu ke masjid-masjid dan toko-toko milik Muslim. Sementara seorang pria dipukuli di kota Chilaw di pantai barat pada Ahad dalam perselisihan yang dimulai di media Facebook.

Baca Juga

Pihak berwenang mengatakan, sudah menahan penulis sebuah postingan Facebook. Dia diidentifikasi bernama Abdul Hameed Mohamed Hasmar berusia 38 tahun. 

Dilansir Strait Times, Abdul Hameed menulis komentar Facebooknya bernada ancaman, yakni "Satu hari akan menangis". Menurut penduduk setempat, postingannya itu ditafsirkan sebagai ancaman kekerasan.

Sebuah sumber anonim mengatakan kepada Reuters, bahwa pihak berwenang juga menangkap satu kelompok di daerah terdekat Kuliyapitiya dan Dummalasuriya pada Ahad dan Senin pagi, sebab diduga menyerang bisnis milik Muslim.

Sri Lanka telah menggunakan larangan sementara di media sosial dalam upaya untuk mengekang informasi dan berita-berita yang salah. "Media sosial diblokir lagi sebagai langkah sementara untuk menjaga perdamaian di negara ini," ujar Nalaka Kaluwewa, Direktur Jenderal Departemen Informasi Pemerintah, Senin.

Bentrokan hebat terjadi seminggu yang lalu di Negombo, tempat lebih dari 100 orang terbunuh dalam doa-doa Paskah, antara warga Muslim dan Kristen setelah perselisihan soal lalu lintas.  Pemerintah juga memberlakukan larangan di media sosial setelah bentrokan itu.

Sementara, Juru bicara militer Sumith Atapattu mengatakan, orang-orang di daerah Kuliyapitiya dan Dummalasuriya kemudian menuntut para pria yang ditangkap untuk dibebaskan. "Untuk mengendalikan situasi, jam malam polisi diberlakukan pada malam hari," kata Atapattu.

Gejolak kekerasan terjadi tiga pekan setelah pengebom Islam Sri Lanka meledakkan diri di empat hotel dan tiga gereja, dan menewaskan lebih dari 250 orang. Sejak itu, kelompok-kelompok Muslim mengatakan, mereka telah menerima puluhan keluhan dari seluruh negeri tentang orang-orang yang dilecehkan.  

Komunitas lain mengatakan, mereka takut bahwa pemerintah, yang gagal menindaklanjuti peringatan berturut-turut tentang serangan Islam, belum menangkap semua potensi militan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement