Senin 13 May 2019 22:04 WIB

Muhammadiyah Soroti Pendidikan Karakter di Indonesia

Menurut ketua PW Muhammadiyah ini, pendidikan karakter di Tanah Air perlu direformasi

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Hasanul Rizqa
Suasana Pengkajian Ramadhan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Kampus ITB-AD pada Senin (13/5).
Foto: Republika/Fuji Eka Permana
Suasana Pengkajian Ramadhan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Kampus ITB-AD pada Senin (13/5).

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Situasi pendidikan nasional ikut menjadi sorotan dalam diskusi yang digelar PP Muhammadiyah, Senin (13/5). Dalam kesempatan itu, turut hadir antara lain wakil ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Prof Zainuddin Maliki.

Mengutip ilmuwan politik Amerika, Francis Fukuyama, dia menegaskan suatu bangsa akan maju bila memiliki modal sosial yang mumpuni. Dengan kata lain, solidaritas sosial lebih menentukan ketimbang keunggulan dalam bidang-bidang lain.

Baca Juga

"Social capital adalah trust atau terpercaya. Orangnya bisa dipercaya; dia jujur, dia punya kapasitas, berpihak kepada yang benar, maka bisa dipercaya," ujar Prof Zainuddin Maliki di kampus Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Ahmad Dahlan, Ciputat, Tangerang Selatan, Senin (13/5).

Solidaritas ini hanya akan terbentuk melalui rasa saling percaya. Guru besar FISIP UMSIDA itu melanjutkan, pendidikan berperan sentral dalam membekali generasi bangsa untuk menjadi insan yang terpercaya. Mereka seyogianya sedari awal dibina untuk tidak bermental khianat alias korup.

photo
Prof Zainuddin Maliki (sumber: YouTube)

Zainuddin memandang, kurikulum pendidikan nasional sejauh ini cenderung berfokus pada kecerdasan akademik dan intelektual. Sebagai contoh, Ujian Nasional (UN) kerap ditonjolkan pada aspek penilaian kognitif belaka, sehingga kurang mengedepankan pembangunan karakter (character building) peserta didik.

"Muhammadiyah sebenarnya bisa merumuskan pendidikan yang mengedepankan karakter, tetapi Muhammadiyah tidak bisa lepas dari aturan yang dibuat pemerintah. Peraturan pemerintah masih mengejar nilai tes (seperti ujian nasional --Red)," jelasnya.

Maka dari itu, perlu ada reformasi atau bahkan revolusi yang menyeluruh sehingga bangsa ini bisa mempersiapkan generasi yang unggul dan berkemajuan. Dia mengingatkan, sekali lagi, syarat untuk menjadi suatu bangsa yang maju bukan hanya kapasitas intelektual, tetapi juga modal sosial berupa solidaritas dan rasa saling percaya.

"Kalau cuma mengajar anak secara cerdas itu bukan pendidikan tetapi pengajaran, kalau menyebut pendidikan harus bisa melahirkan manusia-manusia yang berkepribadian, berkarakter," kata dia.

Turut hadir dalam forum diskusi ini antara lain rektor UI Muhammad Anis; menteri pendidikan dan kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy; dan Rektor Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Prof Asep Saefudin.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement