REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mabes Polri mendalami keterkaitan antara kasus mantan Kakostrad AD Mayjen (Purn) Kivlan Zein dan kasus kepemilikan senjata api ilegal dalam rencana kerusuhan dan pembunuhan tokoh nasional pada 21 dan 22 Mei di Jakarta. Juru Bicara Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo, Rabu (29/5) mengungkapkan, penyidik kepolisian, membutuhkan keterangan Kivlan dalam pengungkapan rencana kerusuhan dan pembunuhan tokoh nasional.
“Ke arah itu (keterlibatan) masih didalami. Penyidik masih terus mendalami siapa-siapa yang terlibat,” ujar Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (29/5).
Dedi menerangkan, Kivlan pun akan diperiksa terkait pengungkapan kasus tersebut di Polda Metro Jaya. Pada hari yang sama, Kivlan juga diperiksa oleh Bareskrim Polri. Namun dua pemeriksaan tersebut terkait kasus yang berbeda.
Dedi menerangkan, bahwa pemeriksaan di Bareskrim terkait penetapan Kivlan sebagai tersangka dugaan makar dan penyebaran kabar bohong. Pemeriksaan di Polda Jakarta, terkait kepemilikan senjata api.
“Terhadap Pak Kivlan Zein ini, LP-ya (laporan polisi) ada dua. Di Bareskrim untuk tindak pidana makar, dan di Polda Metro Jaya untuk kasus kepemilikan senjata api,” sambung Dedi.
Pada Selasa (28/5), di Kementerian Kordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) Kepala Polri (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian mengumumkan enam tersangka terkait rencana pembunuhan terhadap empat tokoh nasional. Para tersangka tersebut, yakni berinisial AF, HK, AZ, IR, TJ, dan AD. Tersangka AF diduga istri dari purnawirawan AD, berpangkat mayjen. Keenam tersangka tersebut, dituduh menjadi eksekutor lapangan, dan penyedia senjata api untuk rencana pembunuhan.
Targetnya, yakni Menko Polhukam Jenderal (Purn) Wiranto, Kemenko Maritim Jenderal (Purn) Luhut Binsar Panjaitan, dan Kepala Badan Intelijen Negara (Ka BIN) Jenderal Pol Budi Gunawan, serta mantan Kadensus 88 Komjen Pol (Purn) Gregorius Mere yang kini menjadi Staf Ahli Bidang Intelijen dan Kemanan Kepresidenan Joko Widodo (Jokowi). Selain keempat nama itu, Kapolri Tito juga membeberkan satu target pembunuhan dari kalangan swasta, pemimpin lembaga survei nasional.
Menurut Tito, rencana pembunuhan itu diawali dengan aksi demonstrasi menolak hasil pilpres yang berakhir ricuh. Bersama penangkapan keenam terduga pelaku pembunuhan itu, ditemukan sejumlah barang bukti berupa beberapa pucuk senjata laras panjang dan pendek, beserta ratusan peluru dan kevlar atau rompi anti tembus pelor.
Tertangkapnya enam tersangka terkait rencana pembunuhan tersebut, membuka lembaran baru dugaan kelompok penunggang aksi (free rider) Gerakan Kedaulatan Rakyat. Pada Jumat (24/5) Kadiv Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi M Iqbal, di Kemenko Polhukam juga menerangkan soal kelompok penunggang dalam aksi Kedulatan Rakyat pada 21, dan 22 Mei. Pertama, kata dia, kelompok penunggang yang terkait dengan terungkapnya aksi penyeludupan senjata laras panjang dari Aceh ke Jakarta pada 20 Mei.
Aksi penyeludupan senjata tersebut, pun berhasil digagalkan. Menko Polhukam Wiranto, pada Selasa (21/5) mengumumkan pelaku penyelundupan senjata tersebut, yakni mantan Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko. Soenarko sampai saat ini dikabarkan masih dalam tahanan Polisi Militer (PM) di Rutan Guntur. Kelompok kedua, Iqbal mengungkapkan, yaitu para penunggang aksi Kedaulatan Rakyat dari kalangan radikalisme.
Analisis terkait kelompok penunggang kedua tersebut, Iqbal buktikan dengan aksi penangkapan sejumlah terduga terorisme sebelum aksi Gerakan Kedaulatan Rakyat digelar. Iqbal pun meyakini, kelompok ini ada pada saat kerusuhan pada 21 dan 22 Mei setelah Polri berhasil meringkus dan mengidentifikasi pelaku kerusuhan yang diduga menjadi simpatisan kelompok Gerakan Rijalul Islam (Garis) yang dituding membait diri ke jaringan terorisme global ISIS atau Daesh.
Sedangkan penunggang ketiga, Iqbal menerangkan yakni kelompok yang terkait dengan enam tersangka rencana pembunuhan empat tokoh nasional. Kelompok terakhir ini, Mabes Polri belum mampu mengungkap dalang utamanya atau aktor intelektualnya.
Dedi Prasetyo melanjutkan, penyidik pun masih terus memburu penyandang dana terkait rencana pembunuhan tersebut. Alasannya, pada saat penangkapan salah satu tersangka, kata dia, juga ditemukan barang bukti sejumlah uang pecahan dolar Singapura.
Uang tersebut, kata Dedi penyidik yakini sebagai dana untuk operasional, dan logistik rencana pembunuhan. Menurut Dedi, keenam tersangka itu, pun penyidik yakini sebagai pembunuh bayaran. Karena itu, Polri melepas aspek politik dalam dugaan sementara rencana pembunuhan tersebut.
Kivlan Zen yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penyebaran berita bohong dan makar mengaku siap apabila ditahan oleh penyidik Bareskrim Polri. Hari ini, Kivlan memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai tersangka makar.
"Itu kan haknya penyidik, haknya penyidik jadi kami tidak ada masalah. Kami serahkan sama penyidik, umpamanya dilanjutkan dengan cara pemeriksaan saya di luar atau saya di dalam saya terima, tidak ada masalah," ujar Kivlan di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Rabu (29/5).
Ia akan mengikuti langkah-langkah yang ditetapkan oleh penyidik sejauh benar dan adil. Apabila dinyatakan bersalah pun ia akan menerima apa adanya.
Dalam pemeriksaan, ia akan menegaskan kembali hal-hal yang sudah disampaikan oleh saksi-saksi yang dipanggil lebih dulu. Yakni, politikus senior Gerindra, Permadi serta aktivis Lieus Sungkharisma.
"Itu kasus yang di Tebet waktu saya menyatakan merdeka dan lawan. Kemudian saya sudah dapat Permadi, dan Lieus Sungkharisma sudah menyampaikan apa yang ada saya. Saya akan jawab kembali gitu aja," tutur Kivlan.