REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Tito Karmavian menegaskan, Polri tidak pernah mengatakan bahwa Mayjen (Purn) Kivlan Zen sebagai dalang dalam kerusuhan aksi 21-22 Mei lalu. Tito menyebut, apa yang disampaikan anggotanya di Menko Polhukam merupakan kronologi peristiwa.
"Tolong dikoreksi bahwa dari Polri tidak pernah mengatakan dalang kerusuhan itu adalah Pak Kivlan Zen, enggak pernah. Yang disampaikan oleh Kadiv Humas pada saat press release di Polhukam adalah kronologi peristiwa di 21-22 (Mei)," kata Tito di Lapangan Silang Monas, Jakarta Pusat, Kamis (13/6).
Tito menjelaskan, berdasarkan kronologi peristiwa tersebut, terdapat dua segmen, yakni aksi damai dan aksi yang disengaja untuk melakukan kerusuhan. Sehingga, ia menduga aksi tersebut adalah settingan. Sebab, polisi menemukan berbagai barang bukti, seperti senjata tajam dan bom molotov.
"Di mana ada dua segmen yakni aksi damai dan aksi yang sengaja untuk melakukan kerusuhan. Kalau enggak sengaja kok enggak ada penyampaian pendapat, kok langsung menyerang, yang jam setengah 11 malam, kok ada bom molotov. Bom molotov itu kan pasti disiapkan, bukan peristiwa spontan pakai batu seadanya. Ini ada bom molotov, panah, parang, ada roket mercon, itu pasti dibeli sebelumnya. Kemudian ada mobil ambulans yang isinya bukan peralatan medis, tapi peralatan kekerasan," papar Tito.
"Itu memang kalau saya berpendapat peristiwa jam setengah 11 dan selanjutnya sudah ada yang menyetting. Tapi tidak menyampaikan itu Pak Kivlan Zen (sebagai dalang), hanya disampaikan dalam peristiwa itu ada korban sembilan orang meninggal dunia, di samping luka-luka baik dari kelompok perusuh maupun dari petugas. Petugas itu 237 yang terluka," imbuhnya.
Tito menambahkan, sembilan korban yang meninggal akibat peristiwa itu, ada yang disebabkan benda tumpul. Ia menduga hal itu bisa saja terjadi karena terkena pukulan petugas ataupun lemparan batu dari para perusuh lainnnya yang tidak saling kenal.
"Jadi bisa saja dia (perusuh) salah lihat, lempar kena batu, dan jadi korban," ujar Tito.
Selain itu, lanjutnya, ada sejumlah korban yang menderita luka tembak. Namun, ia mengaku hal ini cukup sulit dibuktikan, kecuali ada video dari mana asal tembakan. Tetapi, ia menegaskan, bila tembakan itu berasal dari anggota polisi, maka ia minta agar diselidiki.
"Itu pun tak bisa dibedakan tembakan darimana. Apakah itu peluru karet atau tajam. Yang ditemukan ada peluru proyektil 5,56 milimeter, dan 9 milimeter. Dua ini kita telusuri siapa pelaku penembakannya. Kalau ternyata itu keluar dari salah satu senjata aparat maka kita akan investigasi apakah sesuai SOP (peraturan), apakah eksesksif atau pembelaan diri, pembelaan diri diatur dalam pasal 48/49," ucapnya.