REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, menjelaskan, hukum acara MK yang tertuang dalam PMK 4/2018 telah melarang adanya perubahan permohonan. Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan bagi hakim MK untuk tetap memeriksa susbtansi permohonan tersebut.
"Hukum Acara ini sudah sangat adil, tapi memang tidak menutup kemungkinan MK tetap memeriksa apakah permohonannya itu substansial atau tidak," katanya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Ahad (16/6).
Karena itu, ia menilai permohonan Prabowo-Sandi yang dibacakan dalam sidang pendahuluan sengketa Pilpres 2019, itu bermasalah. Dia mengatakan, pembacaan permohonan gang diubah pada Senin (10/6) bisa dinilai sebagai cacat formil.
Sebab, permohonan yang diregistrasi oleh Mahkamah Konstitusi adalah permohonan yang diserahkan kepada Mahkamah pada 24 Mei. "Cacat formil ini tentu menimbulkan implikasi, permohonan bisa jadi bermasalah," ujar dia.
Permohonan yang cacat formil ini bisa saja dinyatakan oleh Mahakamah Konstitusi dengan putusan tidak dapat diterima. "Karena adanya tindakan yang melawan hukum acara dengan mengubah permohonan, ini bukan lagi perbaikan, tetapi perubahan karena lebih dari 50 persen substansinya sudah berbeda" ujarnya.
Kalau substansi permohonan Prabowo-Sandi dinilai lemah oleh Mahakamah, maka Mahakamah tentu akan memutuskan untuk tidak menerima permohonan tersebut. "Menurut saya, kalau MK mau menjaga hukum acara di MK maka secara tegas majelis hakim konstitusi bisa menyatakan bahwa permohonan tersebut tidak dapat diterima," ujar dia.