REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan, Robikin Emhas mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) adalah saluran konstitusional untuk penyelesaian sengketa Pilpres. Karena itu, tidak ada alasan untuk menolak hasil putusan sidang MK.
"Dalam kerangka konstitusi, tidak ada alasan bagi siapa pun untuk tidak menerima atau menolak putusan MK. Apa pun jenis putusan MK tersebut," ujar Robikin saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (27/6).
Sebab, lanjut dia, putusan MK berlaku mengikat bukan hanya kepada para pihak yang bersengketa, tetapi juga mengikat kepada siapa pun dan berlaku umum. "Kepatuhan terhadap putusan pengadilan, dalam hal ini MK, tidak bisa ditawar dan mencerminkan bentuk ketertundukkan warga negara terhadap negara," ucapnya.
Dia menjelaskan undang-undang telah menyatakan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat. Final artinya terhadap putusan MK tidak terdapat akses untuk melakukan upaya hukum dan sejak putusan diucapkan seketika itu berkekuatan hukum tetap.
Menurut dia, sifat final putusan MK dimaksudkan agar keadilan konstitutif suatu putusan manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh warga negara dan seketika itu juga memiliki kepastian hukum. "Sedangkan binding (mengikat) artinya putusan MK berlaku mengikat bukan hanya terhadap para pihak yang bersengketa, tetapi juga warga negara keseluruhannya, termasuk seluruh institusi negara," katanya.
Robikin berharap, kubu pasangan nomor urut 01 ataupun kubu nomor urut 02 bisa menerima putusan MK. Karena, majelis hakim MK telah berusaha memberikan keputusan yang seadil-adilnya berdasarkan fakta-fakta persidangan dan hukum yang berlaku.
"Kami berharap para pihak yang bersengketa dan segenap komponen masyarakat lainnya menerima putusan MK dengan lapang dada," jelasnya.