Kamis 27 Jun 2019 21:31 WIB

Angkatan Muda Muhammadiyah Utamakan Narasi Positif

Keberagamaan Indonesia yang menyatukan harus dikampanyekan di seluruh dunia.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Gita Amanda
Muhammadiyah
Foto: wikipedia
Muhammadiyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) menegaskan perlunya pengarusutamaan narasi positif dalam kehidupan beragama di Indonesia saat ini. Ini disampaikan saat diskusi bersama Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban (UKP-DKAAP).

Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban (UKP-DKAAP) Prof Syafig A Mughni menjelaskan bahwa dialog dengan kaum muda yang berbeda perlu ditingkatkan. “Hidup di Indonesia yang plural menjadi kekuatan. Kita perlu merajut keberagaman untuk kemajuan. Kalau tidak kelak akan menjadi masalah. Karena itu perlu dikelola dengan baik” ungkapnya dalam diskusi UKP-DKAAP, Kamis (27/6).

Baca Juga

Syafiq menambahkan, utusan khusus ini bertugas mengadakan dialog dan kerja sama. “UKP DKAAP berperan dalam menciptakan kekuatan dunia yang adil, damai, dan bermartabat. Tugas khusus mengembangkan Islam washatiyah, Islam yang moderat dan toleran,” tegasnya.

Ketum Pemuda Muhammadiyah Sunanto meminta semua pihak untuk membuka hati dan pikiran kaum muda untuk menguatkan kebersamaan sebagai pemuda Indonesia. Menurutnya, keberagamaan Indonesia yang menyatukan harus dikampanyekan di seluruh dunia.

Sunanto menambahkan, pendekatan kebudayaaan yang bekerja untuk peradaban yang berkemajuan perlu dikembangkan. “Dialog perlu diselesaikan. Tidak bisa dipaksakan. Toleransi itu soal metode dakwah. Ajaran sudah selesai. Metodenya perlu diracik bersama," ujar Sunanto.

Hafizh Syafa'aturrahman Ketum IPM menjelaskan bagaimana peran pelajar menciptakan peradaban dengan baik dan menciptakan peradaban yang berkemajuan.“Pelajar perlu membuat gerakan membangun kesetaraan dan menciptakan perdamaian. Keimanan kalau sudah menjadi ideologi tidak akan ada kekerasan dan tindakan diskriminasi. Tingkatkan literasi dan daya kritis pelajar. Pelajar sebagai agen perdamaian,” ungkapnya.

Kornas JIB Abdullah Sumrahadi dalam materinya menjelaskan intensitas perjumpaan antaragama-agama semakin menguat di masyarakat kita. Perjumpaan itu semakin masif di era media sosial di mana batas nyata dan maya terus mengabur, sehingga keterbukaan pandangan terhadap yang lain (the Others) pun seakan menjadi sebuah keniscayaan.

"Meskipun tidak setiap orang dan masyarakat secara otomatis menjadi toleran terhadap iman yang berbeda” jelasnya.

Peneliti MAARIF Institute, David Krisna Alka ketika diminta komentarnya mengungkapkan bahwa dialog antar iman bukanlah ide baru. Generasi-generasi terdahulu telah memprakarsainya dengan baik sehingga mendapat apresiasi sekaligus kontroversi di masyarakat kita.

“JIB memandang bahwa generasi kini (pemuda, perempuan, mahasiswa dan pelajar) perlu untuk menelaah ulang gagasan tersebut. Tujuannya tidak lain adalah melanjutkan kembali dan menyelaraskannya dengan disruptivisme yang menjadi bagian dari keseharian kita,” kata David yang juga Deklarator JIB ini.

Dia menambahkan, perlu mendiskusikan pandangan angkatan muda Muhammadiyah terhadap modal-modal teologis yang baik untuk memperteguh dialog antariman dan kerja sama etis serta kemanusiaan untuk terciptanya peradaban yang berkemajuan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement