REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrat langsung mengundurkan diri dan keluar dari Koalisi Adil Makmur, setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak seluruh permohonan gugatan yang disampaikan pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Demokrat menilai koalisi sudah berakhir dengan adanya putusan dari MK.
"Partai Demokrat sejak awal bergabung di koalisi komitmennya untuk pendukung pasangan capres-cawapres Prabowo-Sandiaga. Karena itu, setelah adanya putusan MK, maka sudah ada presiden terpilih dan wakil presiden terpilih. Konsekuensinya koalisi sudah berakhir, sehingga Partai Demokrat mundur dan keluar dari koalisi," kata Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Syarief Hasan dalam acara diskusi di Jakarta, Sabtu (29/6).
Menurut Syarief Hasan, garis finish koalisi ada pada Mahkamah Konstitusi (MK). Setelah permohonan gugatan dari pasangan Prabowo-Sandiaga diproses dalam sidang perselisihan hasil pemilu secara terbuka dan sudah ada keputusannya, maka koalisi sudah selesai. Setelah keluar dari koalisi, kata dia, Partai Demokrat belum menentukan sikapnya, tapi terus membangun komunikasi dengan partai-partai politik lainnya.
Syarief menjelaskan, pelantikan anggota DPR RI serta pelantikan presiden dan wakil presiden baru akan dilakukan pada Oktober mendatang. "Karena itu, masih ada waktu cukup untuk melakukan komunikasi politik dengan partai-partai politik lainnya," ujarnya.
Mantan Menteri Koperasi dan UKM ini mengisyaratkan siap berkoalisi dengan pemerintah, jika memiliki visi misi yang sama. "Parta Demokrat akan terus membangun komunikasi dan melihat perkembangannya, apakah ada demand yang menguntungkan bagi Partai Demokrat," katanya.
Syarief menambahkan, berkoalisi dengan pemerintah tidak harus menempatkan kadernya di kursi Menteri Kabinet, karena hal itu adalah hak prerogatif presiden. Bagi Partai Demokrat, kata dia, yang lebih utama, apakah pemerintah mau menerima dan menjalankan 14 program prioritas Partai Demokrat. "Kalau pemerintah komit untuk menjalankan, kami akan mendukung," katanya.