REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyanyi sekaligus aktivis Neno Warisman mengimbau masyarakat mengikuti jejak penyair legendaris Taufiq Ismail dengan ikut menulis puisi. Menulis puisi itu, menurut dia, bisa dimulai dengan menggunakan bahasa Indonesia yang mudah untuk dipahami.
“Tulislah puisi. Tulislah dalam bahasa yang kamu sebut puisi. Apapun itu kemudian sampaikan itu kepada orang-orang terdekatmu,” kata Neno saat ditemui di acara syukuran ulang tahun ke-84 penyair Taufiq Ismail, di Jakarta Timur, pekan lalu.
Neno menuturkan, puisi bisa mengangkat banyak tema. Ia mengajak masyarakat untuk mengutarakan perasaannya mengenai apapun yang terjadi di sekitarnya, terlebih ketimpangan sosial semakin terasa.
Menurut Neno, puisi tak mesti dibuat oleh penyair. Seniman kelahiran 21 Juni 1964 ini menganggap hasil karya seseorang tidak perlu mendapat pengesahan orang lain untuk bisa disebut sebagai puisi.
"Tulislah dengan perasaan bahwa kita memang menulis ini bahasa yang kita anggap ini puisi’,” jelas dia.
Dengan banyaknya puisi yang datang dari masyarakat, maka puisi dapat menghaluskan peradaban yang saat ini cenderung menjadi keras dan tidak beradab. Menurut Neno, saat ini, apresiasi terhadap puisi sangat kurang. Padahal, puisi sendiri adalah anak dari peradaban yang lahir bisa dari mana saja.
“Puisi itu adalah hirupan udara. Pohon bergoyang itu puisi. Air mengalir itu puisi. Tapi di mana tempat puisi ditempatkan sekarang? Hanya ada di buku-buku kecil saja,” ujar dia.
Neno menyebut saat ini pembacaan puisi tak mendapatkan tempat untuk publik. Selain itu, dia khawatir dari peradaban yang demikian tak akan lahir penyair-penyair muda yang memiliki level kesusastraan seperti Taufiq Ismail.