REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) mengatakan telah terjadi kekeliruan dalam persepsi masyarakat ketika menanggapi perkara Baiq Nuril yang peninjauan kembalinya telah diputus oleh MA. Kekeliruan tersebut seperti capur aduk antara tindak pidana informasi dan transaksi elektronik (ITE) dan pelecehan seksual.
"Ada beberapa kekeliruan yang viral, seperti tindak pidana ITE dan kasus pelecehan seksual yang dicampur aduk, itu adalah dua perkara berbeda yang harus dipisah," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah di Gedung MA Jakarta, Senin (8/7).
Abdullah menjelaskan perkara yang diadili dan telah diputus 'in kracht oleh MA terkait dengan Undang Undang ITE mengenai penyebaran konten berupa rekaman pembicaraan. Dalam kasus yang peninjauan kembalinya telah diputus oleh MA, Baiq Nuril merupakan terdakwa dalam kasus pelanggaran UU ITE.
Baiq Nuril terbukti menyebarluaskan informasi yang dalam telepon selulernya terkait pihak lain dan dianggap merugikan. "Mau diapakan rekaman itu, itulah tipu muslihatnya. Kenapa orang lain sampai tau ada rekaman itu, itulah yang harus dipertanyakan karena berarti ada penyebaran informasi," kata Abdullah.
Sementara terkait dengan perkara pelecehan seksual yang dipermasalahkan banyak pihak, Abdullah mengungkapkan perkara itu memang sudah dilaporkan ke Polda Nusa Tenggara Barat (NTB). Akan tetapi, berkas perkara pelecehan seksual itu belum diserahkan kepada pengadilan.
"Hingga saat ini masih dalam penyidikan, berkas bahkan belum diserahkan ke pengadilan," ujar Abdullah.
Abdullah enggan menanggapi kemungkinan adanya fakta baru yang diungkapkan dalam perkara pelecehan seksual terhadap Baiq Nuril. "Saya tidak mau berandai-andai, apalagi itu adalah perkara yang berbeda mengingat yang satu (perkara UU ITE) sudah diadili dan diputus pada peninjauan kembali, sementara yang banyak diperbincangkan publik adalah perkara pelecehan seksual. Ini adalah hal yang berbeda dan kekeliruan ini menjadi viral," kata Abdullah.