Selasa 09 Jul 2019 09:21 WIB

Sebagian Besar Petani Yogya Panen Padi di Awal Kemarau

Berkurangnya curah hujan dinilai tidak mempengaruhi hasil panen di Yogya.

Red: Nur Aini
Serapan Beras Petani. Petani memanen padi di Ngaglik, Sleman, Yogyakarta, Jumat (10/5/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
Serapan Beras Petani. Petani memanen padi di Ngaglik, Sleman, Yogyakarta, Jumat (10/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta menyebutkan sebagian besar petani di Kota Yogyakarta yang masih menanam padi sudah memasuki masa panen di awal kemarau. Sehingga, berkurangnya curah hujan tidak mempengaruhi hasil panen.

"Lahan pertanian di Kota Yogyakarta luasnya terbatas. Untuk musim kemarau ini, tidak berpengaruh terhadap produksi pertanian karena banyak petani yang sudah panen padi di awal musim kemarau. Tidak ada yang gagal panen," kata Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta Sugeng Darmanto di Yogyakarta, Selasa (9/7).

Baca Juga

Menurut dia, saat ini banyak petani yang memilih memanfaatkan lahan sawah milik mereka untuk ditanami dengan tanaman lain yang tidak membutuhkan air dalam jumlah banyak atau tanaman selain padi.

"Ada juga yang masih belum ditanami. Tetapi, untuk kebutuhan air melalui irigasi masih cukup. Air di irigasi pun masih mengalir," katanya.

Sugeng menyebutkan petani di Kota Yogyakarta biasanya hanya menanam padi sebanyak dua hingga maksimal tiga kali dalam setahun dan selebihnya, lahan digunakan untuk menanam tanaman lain atau disesuaikan dengan kondisi musim. Saat ini, luas lahan pertanian di Kota Yogyakarta hanya tersisa sekitar 53 hektare dengan sistem irigasi teknis. Persawahan di Kota Yogyakarta hanya berada di lima dari 14 kecamatan di kota tersebut yaitu di Kecamatan Tegalrejo, Umbulharjo, Kotagede, Mergangsan, dan Mantrijeron.

Pemerintah Kota Yogyakarta juga memperpanjang aturan terkait penundaan pemberian izin alih fungsi lahan persawahan guna menjaga luas lahan pertanian di kota tersebut yang dituangkan dalam Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 84 Tahun 2018. Aturan pengendalian perubahan penggunaan lahan sawah beririgasi teknis tersebut bahkan berlaku hingga akhir 2022.

Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta Suyana menyebut belum menerima laporan resmi atau keluhan dari warga yang mengalami kesulitan air bersih saat musim kemarau. Ia menyebut, kondisi topografi Kota Yogyakarta yang berada di dataran rendah menyebabkan wilayah tersebut jarang mengalami kekeringan selama musim kemarau. "Namun, warga tetap diminta berperilaku hemat air dan melakukan upaya konservasi air yang bisa dilakukan mudah di lingkungan tempat tinggalnya," katanya.

Konservasi air tersebut bisa dilakukan dengan cara membuat biopori dan sumur peresapan air hujan (SPAH) yang berfungsi menangkap air saat musim hujan dan air tersebut digunakan sebagai cadangan saat musim kemarau tiba.

"Sudah banyak warga yang menerapkan biopori jumbo di lingkungan tempat tinggalnya. Harapannya, kuantitas dan kualitas air tanah yang dikonsumsi warga semakin baik. Yang menjadi pekerjaan rumah adalah menjaga kualitas air tanah di Yogyakarta agar tetap baik," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement