Kamis 11 Jul 2019 08:15 WIB

Amnesti untuk Baiq Nuril

Seluruh Fraksi di DPR diyakini bakal menyetujui pemberian amnesti.

Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Transaksi dan Informasi Elektronik (UU ITE), Baiq Nuril Maknun menyeka air mata saat menjawab pertanyaan wartawan pada Forum Legislasi bertema 'Baiq Nuril Ajukan Amnesti , DPR Setuju?' di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Transaksi dan Informasi Elektronik (UU ITE), Baiq Nuril Maknun menyeka air mata saat menjawab pertanyaan wartawan pada Forum Legislasi bertema 'Baiq Nuril Ajukan Amnesti , DPR Setuju?' di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (10/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla optimistis pemberian amnesti bagi Baiq Nuril akan berjalan lancar dikarenakan adanya dukungan kuat dari DPR. Pemberian amnesti oleh Presiden membutuhkan pertimbangan dari DPR.

Baiq Nuril divonis bersalah atas kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Baiq Nuril. "Kalau saya baca, DPR siap memberi persetujuan apabila diminta, (pemberian amnesti) mestinya tak ada soal," ujar JK saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (10/7).

Baca Juga

JK menjelaskan, Presiden harus mendapatkan persetujuan DPR dalam proses pemberian amnesti. Artinya, amnesti untuk Baiq Nuril tidak boleh diputuskan sepihak meski hal itu menjadi hak prerogatif presiden.

"Bahwa presiden dan juga pemerintah melalui Menkumham siap mengkaji, sudah mengkaji kemungkinan-kemungkinan itu untuk memberikan amnesti. Tapi, untuk sama-sama sudah diketahui, untuk memberikan amnesti perlu persetujuan DPR. Karena itu, pertama harus dibicarakan di DPR," ujar JK.

DPR telah mendorong Presiden Jokowi untuk memberikan amnesti kepada Baiq Nuril. Ketua DPR Bambang Soesatyo juga yakin Jokowi sudah mendapatkan kajian dari para pembantunya terkait kasus ini. "Saya punya keyakinan Presiden sudah punya informasi lengkap. Kita mendorong Presiden mengabulkannya atas nama keadilan," kata pria yang akrab disapa Bamsoet ini di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Rabu (10/7).

Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil, menyatakan, kasus Baiq Nuril ini menjadi ujian komitmen Presiden Jokowi sebagai kepala negara terkait pemberdayaan dan perlindungan kaum perempuan. Ia pun meyakini, bila presiden hendak memberikan amnesti, seluruh Fraksi di DPR bakal menyetujui.

"Saya haqqul yaqinbahwa seluruh fraksi di DPR akan memberikan persetujuan kepada Presiden terkait pemberian amnesti kepada Ibu Baiq Nuril," kata politikus PKS itu. Ia pun berpesan kepada Baiq Nuril untuk percaya kepada DPR bahwa wakil rakyat di Parlemen Senayan akan memberikan persetujuan kepada Presiden terkait amnesti.

Anggota Komisi III dari Fraksi PPP, Arsul Sani, juga menegaskan akan mendukung pemberian amnesti kepada Baiq Nuril. Sekretaris Jenderal PPP itu optimistis DPR akan memberikan rekomendasi kepada Presiden untuk memberikan amnesti. "Kewajiban kami di DPR untuk mendukung Presiden memberikan amnesti. Itu saya kira DPR dalam posisi mendukung," kata Arsul.

Arsul menambahkan, pada dasarnya, Komisi III telah mendukung upaya hukum yang diajukan Baiq Nuril dalam perkara hukum yang menimpanya. Komisi III telah memantau proses perkembangan hukum sejak putusan di tingkat pengadilan negeri hingga mengupayakan peninjauan kembali (PK) ke MA.

Ia mengungkapkan, pada awalnya, Komisi III mengharapkan MA dapat menghadirkan keadilan restoratif melalui PK karena merekam perilaku cabul kepala sekolah, Muslim. Namun, MA menolak PK itu.

"Pada saat Baiq Nuril datang ke Komisi III pun kita juga memberikan dukungan dan kita berharap agar keadilan restoratif itu menjadi putusan PK Mahkamah Agung, tapi itu tidak terjadi. Nah, kita berharapnya itu (keadilan)terjadi melalui instrumen amnesti," kata Arsul.

photo
Amnesti Baiq Nuril

Anggota Fraksi PDIP Rieke Diah Pitaloka menyatakan, amnesti merupakan hak prerogatif Presiden. Oleh karena itu, Baiq Nuril maupun kuasa hukumnya tak perlu mengajukan permintaan. "Jadi bukan permintaan,"ujar dia.

Ketua Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia (AFHI) Widodo Dwi Putro menilai kasus Baiq Nuril tidak bisa dilihat sebagai kasus hukum pidana biasa yang berdiri sendiri, tetapi berdimensi kepentingan negara yang luas. Menurut dia, ada dua alasan mengapa perkara ini sangat kuat berdimensi kepentingan negara.

Pertama, berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2018, kekerasan terhadap perempuan meningkat 14 persen daripada tahun sebelumnya, men jadi 406.178 kasus. Dari angka itu, 3.915 kasus adalah kekerasan terhadap perempuan di ranah publik, 64 persennya adalah kekerasan seksual.

Kedua, pemerintah sebenarnya sudah sejak 1984 (paling tidak secara legal formal ditunjukkan dengan meratifikasi Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women ( CEDAW) dengan komitmen untuk menghapus diskri minasi terhadap perempuan.

"Pertimbangan perlu diberi kannya amnesti terhadap Nuril merupakan langkah hukum-politik yang penting oleh Presiden untuk menguatkan kembali komitmen ini dan menunjukkannya secara luas kepada publik," kata Widodo.

Dihubungi melalui sambungan telepon, kuasa hukum Baiq Nuril, Joko Sumadi, mengatakan kliennya akan terus menggalang dukungan agar mendapatkan amnesti dari Presiden Jokowi.

"Sambil menunggu, kami juga berusaha berkomunikasi dengan berbagai pihak. Kita roadshow untuk mencari dukungan dari banyak pihak," kata Joko. Setelah bertemu dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan DPR, tim kuasa hukum serta Baiq Nuril berencana akan menemui Jaksa Agung HM Prasetyo. (fauziah mursid/arif satrio nugroho/mabruroh ed:agus raharjo)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement