Jumat 12 Jul 2019 06:55 WIB

Parpol Kini Sibuk Bicara Kekuasaan

JK menyebut wajar soal diskusi kekuasaan oleh parpol ini.

Rep: FAUZIAH MURSID/ Red: Elba Damhuri
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat memberikan pengarahan kepada peserta Program Pendidikan Singkat Atasan (PPSA) XXII di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (11/7).
Foto: dok. Setwapres
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat memberikan pengarahan kepada peserta Program Pendidikan Singkat Atasan (PPSA) XXII di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (11/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyebut situasi politik saat ini membaik setelah Pemilu 2019 selesai. Menurut JK, saat ini sudah tidak muncul lagi perdebatan ideologi antarpartai. Yang justru muncul dan meramaikan publik adalah narasi-narasi jatah kursi di lingkup kekuasaan.

Mantan ketua umum Partai Golkar itu menyebut perang ideologi kepartaian telah tenggelam. Semua partai seperti sudah terbangun dari tidur dan mulai ribut dengan posisi maupun kursi kekuasaan.

"Sekarang ini setelah habis pemilu dan juga MK, cenderung situasi lebih baik. Akhirnya semua lagi berbicara politik yang riil, yaitu kekuasaan, karena ujung daripada perpolitikan adalah siapa yang mempunyai kekuasaan," ujar JK saat memberikan pengarahan kepada peserta Program Pendidikan Singkat Atasan (PPSA) XXII di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (11/7).

Karena itu, tak heran jika partai politik saat ini lebih disibukkan berbicara mengenai kursi dan jatah menteri. JK menilai hal itu wajar karena semua partai berjuang untuk menang. "Jadi, sekarang ini semua berbicara tentang mandat kekuasan. Semua partai satu, saya dapat kursi berapa, saya dapat menteri berapa, tidak lagi bicara ideologi kita apa. Jadi, kembali ke situ sekarang ini," kata JK.

Begitu pun partai politik yang berada di luar pemerintahan. Kelompok partai yang berada di oposisi angkat bicara mengenai posisi untuk lima tahun mendatang. "Pihak yang satu berbicara tentang a,a,a, saya mau posisi yang melawan Anda, BPN jadi ingin mengoreksi," ungkap JK.

JK menyebut kondisi tersebut wajar karena bagian dari keseimbangan perpolitikan Indonesia. "Ini (agar) terjadi balancing. Idenya terjadinya balancing. Itulah sistem perpolitikan kita. Kita ingin negara yang menengah secara politik," ujar sosok yang dua kali menjabat sebagai wapres tersebut.

Menurut dia, proses tersebut juga tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di negara lain. "Kalau di Amerika hanya dua parpol, tapi kita yang di DPR kira-kira delapan atau sembilan. Tapi, ada negara yang banyak parpolnya. Contohnya Sri Lanka. Parpolnya ada 20, menterinya ada 100, karena semua bagi-bagi kursi sampai 100. Kita menteri terbatas hanya boleh 34. Tidak boleh lebih di UU," katanya.

Politikus senior Partai Golkar itu pun menyinggung bahwa saat ini sudah tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara satu partai dan partai lainnya. Menurut dia, meski banyak perbedaan politik, hal itu tidak akan memengaruhi kondusivitas di Tanah Air.

"Suatu politik yang balancing tetapi damai. Kebiasaan kita seperti itu selama lima tahun terakhir. Tidak ada konflik macam-macam," kata JK.

Narasi perebutan kekuasaan itu ditunjukkan partai koalisi pengusung presiden terpilih. Selepas pengumuman hasil Pemilu 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) lalu, dua partai pengusung pasangan nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin, yakni Golkar dan PKB, langsung bermanuver menjadi yang ideal mengisi posisi kursi ketua MPR. Perebutan kursi MPR ini bahkan juga ditegaskan JK dalam pernyataannya yang menyebut partai berlambang pohon beringin paling layak untuk memimpin MPR.

Saat itu, JK mengatakan, secara hitung-hitungan kursi, PDIP menjadi partai yang otomatis berhak mendapat kursi ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Ya tentu yang adil ketua DPR nomor satu, ketua MPR-nya ya nomor dua, itu yang adil. Ya masa langsung tiba-tiba nomor lima, gimana cara hitungannya," ujar dia saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (21/5) lalu.

Namun, pernyataan JK itu dilawan dengan manuver yang dilakukan PKB. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menilai semua partai memiliki peluang yang sama untuk duduk di kursi ketua MPR. Ia mengatakan, posisi kursi ketua MPR hanya bergantung pada hasil pembahasan dalam parpol koalisi.

Namun, Cak Imin mengklaim partainya pantas untuk menduduki kursi tersebut sebab dapat mewakili suara Nahdlatul Ulama. Wakil Ketua MPR ini mengatakan, PKB juga cocok mengisi posisi ketua MPR berdasarkan rekam jejak dan visi kebangsaan. "Tapi, tentu koalisi di bawah kepemimpinan Pak Jokowi akan membicarakan itu secara serius," katanya. (ed: agus raharjo)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement