Jumat 12 Jul 2019 14:24 WIB

Kemendagri: Sudah Cukup Nurdin, yang Lain Segera Tobat

Provinsi Kepri masuk dalam zona merah berdasarkan analisis KPK.

Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun (tengah) mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/7/2019).
Foto: Antara/Reno Esnir
Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun (tengah) mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNGPINANG -- Kementerian Dalam Negeri memperingatkan seluruh kepala daerah di Provinsi Kepulauan Riau untuk bertobat jika selama ini melakukan kesalahan. Kemendagri berharap tak ada lagi yang menyusul jejak Nurdin.

"Sudah, sudah, sudah cukup Nurdin Basirun (Gubernur Kepri nonaktif) tersandung kasus korupsi yang lain segera bertobat. Jangan menyusulnya karena melakukan kesalahan," kata Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bachtiar, Jumat (12/7).

Baca Juga

Bachtiar mengemukakan Kepri itu masuk dalam zona merah berdasarkan hasil analisis pencegahan korupsi yang dilakukan KPK. Artinya, KPK memberi perhatian khusus kepada Kepri agar tidak terjadi korupsi.

Penetapan zona merah itu terkait permasalahan perizinan investasi, termasuk di sektor pertambangan. "Setahun lalu Kepri itu masuk zona merah pencegahan korupsi. Kalau sudah masuk zona merah, berarti KPK memperkuat pengawasan," ujarnya.

Ia mengingatkan kepala daerah hidup apa adanya, dan tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Kewenangan yang diberikan negara bukan untuk memperkaya diri, melainkan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. "Jangan hidup berlebihan. Jalani kehidupan biasa saja supaya amanah," ucapnya.

Kehidupan yang di luar batas, dengan biaya hidup besar menyebabkan kepala daerah tersandung kasus korupsi. Kepala daerah yang tersandung kasus korupsi kerap lupa diri. Mereka lupa dengan sumpah jabatan ketika sedang berkuasa. Padahal kekuasaan yang diberikan bersifat sementara.

"Jika sudah tersandung kasus korupsi, baru menyesali perbuatannya. Ini tidak boleh terjadi lagi," katanya.

Menurut dia, biaya politik yang besar juga menyebabkan kepala daerah nekad melakukan hal-hal yang melanggar hukum. Biaya politik yang dikeluarkan itu salah satunya disebabkan cukup banyak kelompok yang menganggap kepala daerah itu seperti "sinterklas".

Dalam kondisi itu, kepala daerah dianggap pejabat yang banyak duit. Pejabat itu akan didukung jika memberikan uang kepada kelompok tersebut sebagai bentuk perhatian.

Kondisi ini, menurut dia menjadi budaya politik yang tidak sehat, dan kerap menjerumuskan kepala daerah yang ingin disanjung.

"Ada juga kepala daerah yang tersandung kasus karena memang memiliki perilaku yang tidak baik. Dalam dirinya sudah ada niat tidak baik ketika diberi amanah untuk memimpin daerah," ujarnya.

Bachtiar mengatakan Wakil Gubernur Kepulauan Riau Isdianto secara otomatis menjalankan tugas sebagai pelaksana tugas gubernur setelah Nurdin Basirun ditahan.

"Berdasarkan UU Nomor 23/2014 tentang Pemda, wakil gubernur diberi amanah melaksanakan tugas sebagai pelaksana tugas gubernur jika gubernur ditahan penegak hukum," katanya.

Ia menjelaskan Isdianto tidak dilantik sebagai Plt Gubernur Kepri. Hal itu disebabkan proses hukum terhadap kasus gratifikasi yang melibatkan Nurdin Basirun masih berjalan. Kemendagri telah menonaktifkan Nurdin Basirun sebagai Gubernur Kepri.

Pelantikan terhadap Isdianto sebagai Gubernur Kepri dilakukan Jika Nurdin dinyatakan bersalah oleh majelis hakim pengadilan, dan putusan itu ditanyakan memiliki kekuatan hukum tetap.

Sebaliknya, Nurdin akan kembali menjabat sebagai Gubernur Kepri jika dinyatakan tidak bersalah oleh majelis hakim yang menangani perkara tersebut.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement