Ahad 14 Jul 2019 15:05 WIB

DPR Tunggu Permintaan Pertimbangan Amnesti Baiq Nuril

Berdasarkan mekanisme, presiden memerhatikan pertimbangan DPR dalam amnesti.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Transaksi dan Informasi Elektronik (UU ITE), Baiq Nuril Maknun.
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Transaksi dan Informasi Elektronik (UU ITE), Baiq Nuril Maknun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR masih menunggu permintaan pertimbangan pemberian amnesti terhadap Baiq Nuril dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hingga kini, permintaan tersebut belum diajukan kepada DPR.

“Setahu saya belum (menerima permintaan pertimbangan untuk pemberian amnesti),” ujar Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani, melalui pesan singkat kepada Republika, Ahad (14/7).

Baca Juga

Berdasarkan mekanisme peraturan perundang-undangan, yakni Pasal 14 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pada ayat dua pasal tersebut disebutkan, permohonan amnesti dan abolisi menjadi kewenangan Presiden RI selaku kepala negara.

Sebelum presiden memutuskan apakah akan dikabulkan atau ditolak amnesti itu, ia terlebih dulu perlu mendengar atau memerhatikan pendapat atau pertimbangan dari DPR. "DPR menunggu, karena itulah mekanismenya. Sikap proaktif disuarakan via media tentunya, tapi bukan dengan mengirim surat minta Presiden segera minta pertimbangan DPR,” jelas dia.

photo
Wakil ketua tim kuasa hukum TKN Jokowi-Ma’ruf, Arsul Sani. (Republika TV)

Di samping itu, Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta agar Jokowi mempertimbangkan berikan amnesti kepada Baiq Nuril. Bamsoet menilai Baiq Nuril hanya sebagai korban dalam kasus Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang menjeratnya.

“Tidak ada salahnya kalau presiden memberikan pertimbangan untuk memberikan pengampunan kepada warga negara kita yang bernama Baiq Nuril," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/7).

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menolak pengajuan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Baiq Nuril, terpidana dalam kasus penyebaran konten bermuatan asusila. Alasan yang diajukan oleh pihak Baiq Nuril dalam mengajukan PK dinilai bukan sebagai alasan yang tepat, melainkan hanya mengulang fakta yang sudah dipertimbangkan pada putusan sebelumnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement