REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil kembali pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim (ITN), yang merupakan tersangka kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Sjamsul Nursalim tak memenuhi panggilan pertama KPK.
"Direncanakan masih pada bulan Juli ini, yaitu panggilan kedua karena pada panggilan pertama itu tidak ada respons sama sekali," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK RI, Jakarta, Selasa (16/7).
Sebelumnya, KPK juga telah memanggil keduanya untuk diperiksa sebagai tersangka pada hari Jumat (28/6). Untuk diketahui, Sjamsul dan istrinya saat ini berada di Singapura. "Padahal, KPK juga sudah umumkan kepada publik sebelum hari pemeriksaan sudah bekerja sama juga dengan kantor KBRI setempat dan juga meminta bantuan otoritas setempat di Singapura untuk menyampaikan surat tersebut. Ada tiga lokasi setidaknya di Singapura yang kami surati dan ada satu lokasi di Indonesia," ucap Febri.
Sjamsul bersama istrinya, Itjih, adalah tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemenuhan kewajiban pemegang saham BDNI selaku obligor BLBI kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). KPK telah menetapkan keduanya sebagai tersangka pada tanggal 10 Juni 2019.
Sebelumnya, Sjamsul dan Itjih tidak memenuhi panggilan KPK pada hari Jumat (28/6). KPK tidak memperoleh informasi alasan ketidakhadiran dua tersangka itu.
Surat panggilan untuk dua tersangka tersebut sebenarnya telah dikirimkan ke lima alamat, baik di Indonesia maupun Singapura. Di Indonesia, KPK mengirimkan surat panggilan pemeriksaan ke rumah para tersangka di Simprug, Grogol Selatan, Jakarta Selatan, sejak Kamis (20/6).
Untuk alamat di Singapura, KPK mengirimkan surat panggilan pemeriksaan melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) ke empat alamat sejak Jumat (21/6), yaitu 20 Cluny Road, Giti Tire Plt. Ltd. (Head Office) 150 Beach Road, Gateway West 9 Oxley Rise The Oaxley, dan 18C Chatsworth Rd.
Selain mengantarkan surat panggilan pemeriksaan tersebut, KPK juga meminta pihak KBRI mengumumkannya di papan pengumuman kantor KBRI Singapura. Upaya pemanggilan tersangka, juga dilakukan dengan bantuan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB/Lembaga Antikoru i Singapura).
Sjamsul dan Itjih diduga melakukan misrepresentasi terkait dengan piutang petani petambak sebesar Rp4,8 triliun. Sjamsul dan Itjih diduga melakukan misrepresentasi terkait dengan piutang petani petambak sebesar Rp4,8 triliun.
Misrepresentasi tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun. Pasalnya, saat dilakukan financial due dilligence" (FDD) dan legal due dilligence (LDD) disimpulkan bahwa aset tersebut tergolong macet dan hanya memiliki hak tagih sebesar Rp220 miliar.
Atas perbuatan tersebut, Sjamsul dan Itjih disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.