Sabtu 20 Jul 2019 01:22 WIB

Persi Harap Suntikan Dana Dilakukan Agustus

BPJS Kesehatan masih belum membayar klaim rumah sakit sebesar Rp 6,5 triliun.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Esthi Maharani
 Warga mengantre untuk mendaftar kartu BPJS Kesehatan di Kantor BPJS Cabang Jakarta Selatan, Rabu (26/11).   (Republika/ Yasin Habibi)
Warga mengantre untuk mendaftar kartu BPJS Kesehatan di Kantor BPJS Cabang Jakarta Selatan, Rabu (26/11). (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diperkirakan akan mengalami defisit hingga Rp 28 tirliun pada akhir tahun 2019. Defisit ini meresahkan fasilitas kesehatan yang menjadi mitra sebab BPJS Kesehatan masih belum membayar klaim rumah sakit sebesar Rp 6,5 triliun.

Terkait hal ini, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) berharap suntikan dana segera diberikan agar tidak terjadi masalah arus kas atau cashflow nantinya. Ketua Kompartemen Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Persi Daniel Budi Wibowo mengatakan, sebaiknya suntikan dana sudah diberikan sampai bulan Agustus 2019.

"Persi berharap dalam bulan Agustus sudah ada suntikan dana, karena defisit cashflow akan terjadi sejak bulan itu, terkait sudah selesainya pembayaran premi kelompok PBI oleh pemerintah sampai kewajiban bulan Desember," kata Daniel, saat dihubungi, Jumat (19/7).

Harapan Persi ini juga sebagai respon dari pernyataan Kementerian Keuangan yang menargetkan masalah defisit BPJS Kesehatan diselesaikan tahun ini. Selain fokus menyelesaikan permasalahan defisit, Persi berharap masalah jangka pendek yang akan terjadi terkait cashflow juga segera dituntaskan agar defisit tidak berlarut-larut.

Selama ini, skenario darurat terkait masalah pembayaran klaim yang terlambat dibayarkan BPJS Kesehatan kepada rumah sakit mitra adalah dengan adanya kebijalan supply chain financing (SCF). Maksud dari kebijakan tersebut adalah apabila BPJS Kesehatan gagal membayarkan piutang maka rumah sakit mitra dapat meminta bank untuk mengambil alih.

Daniel mengatakan, SCF sudah disepakati antara BPJS Kesehatan dengan 28 bank dan lembaga keuangan. Pinjaman dana talangan ini menggunakan jaminan berkas tagihan klaim rumah sakit ke BPJS Kesehatan.

Bunga dasar pinjaman dana talangan sebesar 9 persen per tahunnya ditambah biaya administrasi dan provisni. Kebijakan ini memiliki jangka waktu pinjaman selama 90 hari. Apabila terlambat dilunasi ada denda tambahan bunga sebesar 6 persen per tahun.

Kendati demikian, menurut Daniel kebijakan ini sebenarnya berisiko. Sebab, apabila pembayaran lewat dari jangka waktu 90 hari maka rumah sakit akan menanggung risiko denda.

"Masa pinjaman yang 90 hari ini berisiko. Bila BPJS Kesehatan tidak mampu membayar dalam waktu 90 hari setelah pengajuan klaim, maka rumah sakit akan gagal bayar ke bank, dan menanggung risiko denda," kata Daniel menjelaskan.

Selain itu, masalah lain dari kebijakan ini adalah tidak semua rumah sakit bisa mengikutinya. Sebab, ada rumah sakit yang secara regulasi tidak boleh meminjam ke bank sehingga tidak memanfaatkan fasilitas ini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement