REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perebutan kursi ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) memanas. Sejumlah partai ngotot merasa paling pantas menduduki posisi ketua MPR. Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai jabatan ketua MPR bukanlah posisi yang terlalu strategis.
"Tak lebih hanya untuk gengsi saja," kata Pangi kepada Republika.co.id, Ahad (21/7).
Ia menjelaskan, jika dilihat dari kewenangan yang dimiliki MPR, MPR kini berbeda dengan MPR dulu yang bertindak sebagai pemegang kedaulatan negara. Ia menyebut MPR sekarang antara ada dan tiada.
Ia beranggapan seharusnya elite partai tidak hanya berambisi menjadi ketua MPR. Namun bagaimana dan narasi apa yang bakal ditawarkan jika nantinya terpilih dan dipercaya menjadi ketua MPR.
"Jangan terlihat ambisi mau jadi ketua MPR namun narasinya kering, misalnya mau mengangkat kembali martabat dan wibawa MPR sebagai lembaga tertinggi negara," ujarnya.
Ia menambahkan, meskipun MPR tidak ada keinginan untuk memilih presiden, namun GBHN MPR harus punya dalam konteks versi sekarang, disesuaikan dengan kebutuhan. Sehingga bisa memandu jalannya pemerintah presiden, agar tidak keluar dari trayek amanat dan cita-cita konstitusi.
"Minimal presiden bertanggung jawab ke MPR, sekarang presiden bertanggung jawab ke siapa? Rakyat yang mana? seingat saya dulu, Habibie gagal maju menjadi presiden karena laporan pertanggungjawabannya ditolak MPR, sehingga benar benar terasa dan ada peran yang dimainkan MPR," tuturnya.
Oleh karena itu ia mendukung adanya keinginan agar mengembalikan kembali peran dan wewenang MPR mengunakan GBHN sebagai arah pembangunan nasional sehingga 20-50 tahun tetap punya trayek siapa pun presidennya, Menurutnya akan sangat berbahaya apabila pembangunan nasional tanpa arah.
"GBHN sebagai panduan role model atau panduan ideologis pembangunan nasional," ungkapnya.
Sementara itu Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai secara simbolik jabatan ketua MPR penting lantaran merupakan salah satu posisi puncak pimpinan di Senayan yang mewadahi DPR dan DPD. Secara kelembagaan MPR merupakan institusi negara yang secara simbolik sebagai lembaga kenegaraan tempat berkumpulnya negarawan dari unsur partai politik dan DPD.
"Wajar jika ketua MPR seksi diperebutkan," kata Adi kepada Republika.co.id Ahad, (21/7).
Sebelumnya politikus Partai Gerindra Sodik Mujahid menilai salah satu komposisi terbaik yang paling masuk akal adalah jika posisi ketua MPR diisi oleh Partai Gerindra, ketua DPR diisi oleh PDI Perjuangan, dan Presiden Joko Widodo. Pernyataan itu kemudian direspons oleh PKB dan Partai Golkar yang juga berhasrat menduduki posisi itu.