Ahad 21 Jul 2019 22:12 WIB

Abe Berpotensi Jadi Pemimpin Terlama Jepang

Partai Abe masih lebih digemari daripada orang-orang baru di oposisi.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Indira Rezkisari
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe saat berbicara di forum G20, Sabtu (29/6).
Foto: AP Photo/Alexander Zemlianichenko
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe saat berbicara di forum G20, Sabtu (29/6).

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Rakyat Jepang memilih dalam pemilihan umum majelis tinggi parlemen, Ahad (21/7) waktu setempat. Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe diprediksi akan mempertahankan mayoritas kursi di parlemen, yang berarti menandakan Abe berpotensi menjadi pemimpin terlama di Jepang, sebab partai Abe masih dipandang favorit dalam pemilihan kali ini.

Perebutan sebanyak 124 kursi di dua majelis Jepang tidak memilih perdana menteri. Sedangkan 245 kursi di majelis tinggi, sekitar setengahnya dipilih setiap tiga tahun sekali. Dalam sistem di Jepang, parlemen dibagi menjadi dua: Majelis Rendah atau Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Tinggi atau biasa juga disebut Dewan Penasihat Jepang. Majelis Rendah lebih kuat dari Majelis Tinggi Jepang.

Baca Juga

Sejumlah survei media Jepang mengindikasikan bahwa mayoritas partai Abe diperkirakan akan mempertahankan kursi parlemen karena sebagian besar pemilih menganggapnya sebagai pilihan yang lebih aman dari pada oposisi dengan perjalanan karier yang tidak pasti.

Sedangkan, partai-partai oposisi memusatkan perhatiannya pada masalah keuangan rumah tangga. Semisal dampak kenaikan pajak penjualan 10 persen dan tekanan pada sistem pensiun publik di tengah populasi Jepang yang banyak penduduknya menua.

Sementara Abe yang telah memimpin Liberal Democratic Party (LDP) untuk lima kali kemenangan pemilihan parlemen berturut-turut sejak 2012, memprioritaskan revitalisasi ekonomi Jepang. Abe terus memperkuat pertahanan Negara Sakura di belakang ancaman rudal dan nuklir Korea Utara serta kehadiran militer Cina yang terus meningkat. Dia juga memamerkan keterampilan diplomatiknya dengan mempererat hubungan hangat dengan Presiden amerika serikat (AS) Donald Trump.

Abe kini berharap mendapatkan kursi yang cukup untuk meningkatkan peluang untuk revisi konstitusi untuk melanjutkan tujuannya sebelum masa jabatannya berakhir pada 2021.

Meski demikian, Abe dan pendukungnya yang konservatif juga menghadapi tantangan karena pemilih lebih peduli tentang pekerjaan mereka, ekonomi dan jaminan sosial.

Untuk mengamankan dua pertiga suara di majelis tinggi, partai penguasa Abe dan pendukungnya membutuhkan 85 kursi. Survei media menunjukkan bahwa LDP yang dipimpin Abe dan mitranya, Komei, diharapkan memenangkan mayoritas, meski kurang yakin untuk mengamankan posisi di parlemen.

Oposisi utama yakni Partai Demokrasi Konstitusional Jepang dan tiga partai yang berhaluan liberal lainnya bekerja sama di beberapa distrik. Mereka juga menekankan dukungan untuk kesetaraan gender dan isu-isu LGBT. LGBT adalah bidang yang enggan didukung oleh anggota parlemen ultra-konservatif Abe.

Di satu tempat pemungutan suara di distrik Chuo Tokyo, para pemilih terbagi atas pemerintahan Abe selama 6,5 tahun belakangan. Seorang pemilih yang mengidentifikasi dirinya hanya sebagai pekerja perusahaan di usia 40-an tahun mengatakan, dia memilih seorang kandidat dan partai yang telah menunjukkan kemampuan untuk menyelesaikan sesuatu.

Ia menilai memilih partai berkuasa Abe dan kandidatnya, adalah tidak ada gunanya dalam  suaranya untuk partai atau politisi yang tidak memiliki kemampuan seperti itu.

Pemilih lain, Katsunori Takeuchi, pekerja pasar ikan berusia 57 tahun, mengatakan sudah waktunya untuk mengubah dominasi Abe dan kebijakan ultra-konservatifnya. "Saya pikir partai yang berkuasa telah mendominasi politik terlalu lama dan itu menyebabkan kerusakan," katanya, dikutip dari AP.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement