REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Gunung Tangkuban Parahu mengalami erupsi pada Jumat (26/7) sore. Erupsi ini dianggap tiba-tiba karena tidak didahului dengan tanda-tanda besar seperti layaknya gunung berapi lainnya.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mencatat Gunung Tangkuban Parahu memang memiliki jenis erupsi freatik. Jenis ini memang tidak menunjukkan tanda-tanda yang jelas saat akan erupsi.
“Karakter letusan bersifat erupsi freaktif. Memang masih mempunyai karakter yang sama potensi bahaya dan hujan abu di sekitar kawah namun gejala vulkaniknya tidak jelas,” kata Kasubbid Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat Nia Haerani dalam konferensi persnya di Kantor PVBMG, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Sabtu (27/7).
Kasubbid Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur Devy K. Syahbana menjelaskan erupsi freatik adalah erupsi yang tidak melibatkan magma segar yang keluar dari titik letusan. Letusan ini terjadi karena adanya uap dari magma yang berinterkasi dengan aktivitas vulkanologi.
Menurutnya karena proses pemanasan ini maka terjadi perubahan partikel di dalam sehingga terjadi erupsi. Jadi abu yang dihasilkan bukan produk dari magma dalam atau biasa disebut lava pihar.
“Ini tidak diawali tanda-tanda jelas dan dia bisa terjadi kapanpun. Makanya erupsi bisa terjadi kapan saja tanpa tanda yang jelas,” ujar Devy.
Ia menyebutkan kondisi serupa juga ada di beberapa gunung lainnya. Di antaranya seperti Gunung Papandayan di Garut dan Gunung Dieng di Jawa Tengah.