REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menjamin likuiditas perbankan mencukupi hingga akhir tahun ini. Kondisi ini sejalan dengan pengambilan tiga langkah yang diambil Bank Indonesia untuk mengatasi ketatnya likuiditas perbankan nasional. Ketiganya antara lain pertama operasi moneter yang memudahkan bank untuk menyalurkan dana bagi bank yang kelebihan likuiditas.
“Bank-bank yang sulit likuiditas bisa ke pasar atau ke Bank Indonesia dengan repo. Misalnya year to date (ytd) kami sudah ekspansi Rp 99,97 triliun. Ini bagi bank-bank yang alami kesulitan likuiditas bisa ke BI dengan term repo," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo kepada wartawan di Jakarta, Rabu (31/7).
Menurutnya, jadwal operasi moneter sudah disampaikan untuk enam bulan ke depan. Maka perbankan bisa mengetahui jadwal lelang operasi moneter, sehingga Bank Indonesia dapat melakukan sirkulasi bagi bank yang kelebihan atau kekurangan likuiditas.
“Jadi bank-bank tahu kapan jadwal lelang. Jadi dengan operasi moneter dua arah kita bisa lakukan sirkulasi mengenai likuiditas bank lebih dan kurang,” jelasnya.
Kedua, Bank Indonesia telah menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 50 basis poin (bps) sejak dua bulan lalu. Penurunan GWM menambah likuditas perbankan sebesar Rp 26 triliun.
"Bulan ini kami turunkan suku bunga dan mudahkan bank untuk likuiditas. Ini kami lakukan terkoordinasi BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Kami ingin bank-bank salurkan kredit ke sektor ril," jelasnya.
Ketiga, BI berharap transmisi kebijakan moneter ke suku bunga perbankan bisa dipercepat. Hal ini dilakukan dengan sinergi antar kementerian/lembaga yang ada dalam KSSK.
“Dari tahun lalu sampai sekarang suku bunga kredit tidak naik tapi turun meski tahun lalu kami naikkan (bunga acuan) 175 bps. Inilah hasil sinergi yang erat antara BI, OJK, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Kementerian Keuangan dalam KSSK," ungkapnya.
Selain itu, Bank Indonesia akan tetap mempertahankan kebijakan moneter yang akomodatif sepanjang tahun ini. Kebijakan ini ditempuh sejalan dengan tetap rendahnya prakiraan inflasi dan perlunya mendorong momentum pertumbuhan ekonomi.
“Kebijakan ini dilakukan sejalan dengan tetap rendahnya perkiraan inflasi dan perlunya mendorong momentum pertumbuhan ekonomi di tengah kondisi ketidakpastian keuangan global dan stabilitas eksternal yang terkendali,” ucapnya.
Bank Indonesia juga mendukung dengan kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk mendorong kredit perbankan dan memperluas pembiayaan perekonomian. Adapun nilai tukar rupiah secara year-to-date juga terbilang stabil, bahkan mengalami apresiasi sebesar 2,64 persen.
“Hal ini bukan hanya karena kondisi defisit transaksi berjalan yang mulai membaik, tetapi juga lantaran menariknya investasi portofolio di Indonesia,” ungkapnya.