REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan pengedar narkoba memiliki sejumlah alasan menjadikan lingkungan kampus sebagai area transaksi pasar narkoba, kata Kanit 3 Satuan Reserse Narkoba Polrestro Jakarta Barat, AKP Ahmad Ardhi. "Tersangka beranggapan bahwa kampus itu lebih steril," ujar Ardhi di Mapolrestro Jakarta Barat, Rabu (31/7) pagi.
Pernyataan itu merujuk pada pengakuan salah satu pengedar narkoba di lingkungan kampus Jakarta Timur berinisial HK (27) kepada polisi. HK dan dua rekannya AT serta FF ditangkap di Bekasi, Jawa Barat, pada Senin (29/7).
Maksud dari pernyataan steril yang diungkapkan HK, karena lingkungan kampus dianggap lebih aman. Sehingga lebih kecil kemungkinan aparat penegak hukum mencurigai kampus sebagai tempat penyimpanan dan peredaran narkoba.
Pria pengedar dengan barang bukti 1 kilogram ganja itu mengaku kerap menyimpan narkoba secara tersembunyi di dalam lemari ruangan fakultas atau ruang kemahasiswaan. Barang haram tersebut baru akan diambil saat terjadi transaksi dengan korban.
"Biasanya mereka berkomunikasi lewat media sosial. Kalau sudah deal, baru ketemuan di kampus," ujar Ardhi.
HK yang merupakan alumni salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta Selatan itu tergolong bandar berskala kecil yang memperoleh pasokan dari jaringan bandar besar di Jakarta.
Umumnya, jaringan pengedar narkoba menjadikan kalangan mahasiswa sebagai target pasar transaksi gelap narkoba jenis ganja paket hemat (pahe). Harga pahe relatif lebih terjangkau oleh kocek mahasiswa.
"Jenis pahe ini kan murah, bisa Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu per satu gram. Satu paket bisa jadi sepuluh linting," ujarnya.
Kepada polisi, HK menyebut harga ganja kualitas Aceh yang dijual pengedar sudah termasuk ongkos kurir yang dilakukan FF maupun AT. "Biasanya kalau bokek banget (tidak punya uang), mereka pada patungan," katanya.
HK mengaku menjalankan aksinya di lingkungan kampus di Jakarta sejak 2017. Ia tergiur oleh keuntungan hasil penjualan yang berlipat.
Ardhi menyebut harga pasaran satu kilogram ganja di Jakarta bisa mencapai Rp 10 juta. Saat dipecah menjadi paketan kecil ukuran per satu gram, bisa menghasilkan keuntungan tiga hingga lima kali lipat.
"Dari satu kilogram ganja, bandar bisa dapat keuntungan sekitar Rp 20 juta," katanya.
Ardhi mengatakan semua kalangan mahasiswa berpotensi terjebak dalam pusaran transaksi narkoba. Khususnya mahasiswa yang tergabung dalam komunitas gaul, seperti klub mobil, klub motor, klub tongkrongan dan perkumpulan mahasiswa lainnya.
"Biasanya pemakai merasa lebih prestise saja kalau pakai narkoba pas kumpul-kumpul," katanya.
Ardhi mengatakan upaya penangkapan terhadap HK dan jaringan dilakukan anggotanya dengan cara menyamar sebagai mahasiswa.
"Jangan pikir jualan narkoba di lingkungan kampus bisa aman. Anggota di lapangan saat proses penangkapan menyamar sebagai mahasiswa," katanya.
Hingga Senin (29/7), Satuan Reserse Narkoba Polrestro Jakarta Barat telah menangkap lima orang pengedar narkoba jaringan kampus. TW dan PHS ditangkap Sabtu (27/7) di salah satu ruang senat mahasiswa perguruan tinggi swasta di Jakarta Timur. Ditemukan barang bukti sebanyak 80 kilogram ganja yang akan disebar ke sejumlah kampus di wilayah DKI Jakarta.