Rabu 31 Jul 2019 18:03 WIB

Menristekdikti: Marxisme & Khilafah Boleh Dibahas di Kampus

Khilafah dan Marxisme boleh dibahas tapi tidak boleh dipilih sebagai ideologi

Red: Karta Raharja Ucu
Menristek Dikti Mohamad Nasir saat berbincang dengan wartawan di Jakarta,  Selasa (30/7).
Foto: Republika/Karta Raharja Ucu
Menristek Dikti Mohamad Nasir saat berbincang dengan wartawan di Jakarta, Selasa (30/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mempersilakan mahasiswa membahas paham-paham dari luar seperti marxisme dan khilafah di dalam kampus. Namun pembahasan sebatas ilmu pengetahuan dan di bawah bimbingan dosen.

"Mengkaji ilmu pengetahuan di kampus silakan, yang tidak boleh adalah memilih itu sebagai ideologi, karena negara telah menetapkan NKRI dan Pancasila," kata Nasir kepada wartawan di Jakarta, Selasa (31/7).

Menristekdikti menuturkan Indonesia memiliki empat pilar kebangsaan yakni NKRI, Pancasila sebagai ideologi bangsa, Undang-undang Dasar (UUD) 1945, dan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Empat pilar ini yang harus dipegang teguh oleh seluruh masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Meski begitu, Nasir menuturkan paham-paham di luar Pancasila dapat dibahas dan dikaji dalam bentuk kajian akademik dan secara terbuka atau di mimbar akademik.

"Batasannya adalah mengkomparasikan. Katakan kalau orang berbicara tentang Pancasila berbicara tentang ideologi suatu negara, bagaimana negara-negara lain yang punya pengalaman ideologinya katakan marxisme, negara pakai ideologi kapitalis, ada satu negara khilafah, kenapa mereka melakukan itu, sejarahnya bagaimana mereka terjadi, tapi Indonesia tidak pernah memilih itu, Indonesia telah memilih NKRI, Pancasila sebagai ideologi negara, Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar negara dan semboyan Bhineka Tunggal Ika," ujarnya.