REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sepekan lebih warga pemukiman kebun teh Sukawana, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, menghirup aroma belerang pascaerupsi Gunung Tangkuban Perahu. Aroma bau belerang timbul dengan tidak menentu.
Ketua RW 12 Desa Karyawangi (kebun teh Sukawana), Dayat (37), menuturkan aroma bau belerang timbul seiring adanya aktivitas vulkanik di Tangkuban Parahu. "Kadang-kadang dari pagi sampai sore juga bau, tergantung itu (erupsi)," kata Dayat saat ditemui di gerbang pos penjagaan kebun teh Sukawana, Kabupaten Bandung Barat, Sabtu (3/8).
Saat erupsi Gunung Tangkuban Parahu pertama pada Jumat (26/7), dia menuturkan abu vulkanik sempat turun di pemukiman tersebut. Saat itu, kata dia, ketebalan abu vulkanik mencapai setengahcentimeter.
Selain itu, aroma belerang saat erupsi pertama, menurut dia,adalah yang paling menyengat. Sebelumnya, kata dia, aroma belerang memang suka tercium saat ada aktifitas vulkanik.
"Saya juga yang sudah tinggal disini lama, yang sekarang itu yang paling parah, bau nya paling terasa," kata dia.
Sejauh ini, menurut dia, belum ada warga yang mengalami sesak nafas akibat peristiwa fenomena alam tersebut. Namun, sejumlah warga ada yang mengeluh akibat peternakan dan pengolahan daun teh yang terganggu.
"Muncul baunya ya dari (arah) gunung, barusan juga masih tercium," kata dia.
"Dari Jumat pekan kemarin itu bau nya sempat menurun, cuman dari kemarin hari Kamis itu ada pemberitahuan lagi katanya naik lagi levelnya," tambah dia.
Hingga kini sejumlah petugas dari Basarnas, Taruna Siaga Bencana (Tagana) sudah turun untuk memberikan bantuan. Dia mengatakan bantuan yang warganya terima adalah masker untuk mengantisipasi sesak napas.