REPUBLIKA.CO.ID, EL PASO -- Pihak berwenang hingga kini membuka kasus investigasi yang disebut sebagai terorisme domestik. Hal ini pelaku penembakkan berusia 21 tahun yang menembakkan laras panjang ke pengunjung swalayan Walmart, El Paso, Texas, Sabtu (4/8) waktu setempat.
Akibat penembakkan massal tersebut, sebanyak 20 orang meninggal dunia, dan 26 orang terluka. Pria yang disebut Associated Press bernama Patrick Crusius ditangkap usai serangan.
Dia diyakini telah mengunggah dokumen online yang menyebut serangan yang dilakukannya merupakan respon terhadap "invasi Hispanik ke Texas". Pelaku penembakkan dapat menghadapi tuduhan kejahatan kebencian federal, dan tuduhan kepemilikan senjata api yang akan membawanya kepada hukuman mati.
"Kami memperlakukan ini sebagai kasus teroris domestik," ujar Jaksa AS untuk Distrik Barat Texas John Bash seperti dilansir BBC, Senin (5/8). Menurutnya, serangan dirancang untuk mengintimidasi penduduk sipil setempat.
Tersangka juga diyakini sebagai penulis teks yang kerap diposting di 8chan, sebuah situs pesan online yang digunakan oleh kelompok kanan. Biasanya, pesan tersebut berisi mengenai komentar penggantian budaya dan etnis yang dibawa oleh invasi, di mana banyak yang menyinggung orang-orang Hispanik di AS.
Tersangka Crusius tinggal di Allen, Dallas, atau sekitar 1.046 kilometer di timur El Paso. Rekaman CCTV Walmart menujukkan, Crusius menggunakan kaos berwarna gelap dan mengenakan kacamata hitam, sambil menggunakan penyumpal di telinganya.
Laporan adanya penembak aktif diterima pada pukul 10.39 waktu setempat. Petugas kemudian langsung berada di lokasi dalam waktu enam menit.
Penembakkan di swalayan ini dianggap sebagai insiden paling mematikan ke delapan dalam sejarah AS modern yang terjadi di sebuah kota berpenduduk 680 ribu yang mayoritas keturunan Hispanik.
Laman Guardian menuliskan, bulan lalu direktur FBI, Christopher Wray, mengatakan kepada Kongres bahwa mayoritas penangkapan terkait teror domestik sejak Oktober lalu telah dikaitkan dengan kekerasan supremasi kulit putih. Sementara organisasi nirlaba yang melacak kebencian di AS, Southern Poverty Law Center melaporkan lonjakan kelompok nasionalis kulit putih tahun lalu.
Penembakkan di El Paso dimulai pada Sabtu pagi, di Cielo Vista Mall, sebuah pusat perbelanjaan yang luas dekat dengan bandara kota. Pria bersenjata memasuki Walmart di tengah dan melepaskan tembakan dengan senapan serbu bergaya militer. Pihak berwenang percaya sekitar 3.000 pembeli hadir di pusat itu, menjelang awal tahun ajaran baru.
Pada konferensi pers penuh duka, Ahad pagi di pusat medis Del Sol, Direktur Medis Utama dokter Stephen Flaherty mengatakan pihaknya merawat 11 dari 26 yang terluka dalam serangan itu. Para pasien berkisar antara 35 hingga 82 tahun, dengan delapan dalam kondisi stabil, dan tiga kritis.
"Ini adalah malam yang panjang. Ini adalah hari yang panjang. Sungguh luar biasa bagaimana orang-orang datang dari rumah pada hari libur mereka, melakukan waktu liburnya," kata Flaherty.
Di luar rumah sakit, para pelayat telah memasang tanda-tanda cerah yang mengatakan, "Tidak ada kebencian yang dapat menghancurkan kota besar kita" dan "Kota kita adalah cinta murni."
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyebut penembakan yang terjadi di El Paso Texas sebagai kejadian mengerikan. Menurutnya, serangan itu sebagai tindakan pengecut dan ia pun mengutuk tindakan tersebut.
Trump mencicit simpatinya yang menjadi salah satu di antara banyak ungkapan belasungkawa yang dibagikan pejabat pemerintahan AS pada hari setelah pembantaian itu. "Penembakan mengerikan di ElPaso, Texas. Laporannya sangat buruk, banyak yang terbunuh," tulis Trump di akun resmi Twitternya seperti dilansir USA Today, Ahad (4/8).
Trump mengatakan, ia telah berbicara dengan Gubernur Texas Greg Abbott. Namun Trump tak meminta klarifikasi kepada Abbott mengenai laporannya di Twitter terhadap korban tewas berasal dari media atau dari laporan dengan para pejabat di bawahnya.
"Bekerja dengan otoritas Negara dan Lokal, dan Penegakan Hukum. (Saya) Berbicara kepada Gubernur untuk menjanjikan dukungan total dari Pemerintah Federal. Tuhan menyertai kalian semua!," ujar Trump.