REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menyebutkan, industri otomotif, karet, dan logam harus menjadi sektor yang diperhatikan pemerintah. Tiga sektor ini memiliki peranan penting dalam ekonomi Indonesia, tapi justru mengalami perlambatan pada kuartal kedua 2019.
Untuk sektor otomotif, Andry menyebutkan, penurunan produksi pada periode Januari hingga Juni 2019 mencapai 6,7 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Sedangkan, pada kuartal kedua penurunannya lebih dalam, yakni sembilan persen (year on year/yoy). "Ini cukup krusial," ujarnya, Ahad (4/8).
Banyak faktor yang menyebabkan penurunan produksi di sektor otomotif. Andry menjelaskan, salah satu penyebabnya adalah terjadi perbaikan kualitas transportasi umum perkotaan. Hal ini, menurutnya, telah memberikan dampak negatif pada sektor otomotif, tapi memberikan dampak positif pada masalah perkotaan.
Selain itu, menurutnya, ada pula faktor penurunan produksi otomotif akibat makin menjamurnya produk otomotif dari luar Indonesia di pasar domestik. Produk dalam negeri yang masih belum memiliki daya saing tinggi pun terkalahkan dengan produk impor.
Untuk komoditas karet, Andry menilai, faktor harga komoditas di pasar global yang terus menurun menyebabkan rendahnya keinginan perusahaan untuk melakukan produksi. Industri pengolahan karet mengalami penurunan produksi hingga 15,30 persen yoy pada kuartal kedua tahun ini.
Andry menambahkan, industri karet juga terdampak imbas penurunan produksi industri otomotif. "Hal ini mengingat salah satu komponen di mobil seperti ban berasal dari karet," tuturnya.
Sektor lain yang juga dinilai perlu menjadi perhatian pemerintah adalah logam. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), penurunan produksi industri ini mencapai 21,46 persen pada kuartal kedua dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Penurunan tersebut menjadi penurunan terbesar dibandingkan jenis-jenis industri manufaktur lain.
Andry menjelaskan, penurunan produksi baja disebabkan pembatasan ekspor oleh pemerintah. "Juga akibat turunnya performa produksi baja nasional," ucapnya.
Secara garis besar, pemerintah harus terus mendorong hilirisasi mengingat dua sektor yang terdampak, yakni karet dan logam merupakan industri hulu. Selain itu, pemerintah bersama industri wajib bekerja sama dalam memperluas jangkauan pasar sekaligus diversifikasi produk agar tidak terpaku pada sumber daya alam (SDA).
Dalam catatan BPS, pertumbuhan industri manufaktur besar dan sedang (IBS) pada kuartal kedua tahun ini adalah 3,62 persen. Angka tersebut melambat dibandingkan pencapaian selama dua tahun terakhir. Pada kuartal kedua 2018 tingkat pertumbuhannya mencapai 4,36 persen, sementara pada kuartal kedua 2017 menyentuh angka 3,89 persen.
Kendati demikian, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, industri manufaktur di Indonesia masih menunjukkan kinerja yang positif sepanjang kuartal II 2019. Hal ini tercermin pada peningkatan produktivitas industri manufaktur baik skala besar dan sedang maupun yang mikro dan kecil.
Menurut Kemenperin, industri manufaktur besar dan sedang masih mengalami pertumbuhan. Peningkatan tersebut, terutama disebabkan naiknya produksi industri pakaian jadi yang mencapai 25,79 persen.
“Pemerintah terus menggenjot kapasitas produksi industri manufaktur agar dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik, bahkan mampu mengisi permintaan pasar ekspor,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangan pers yang diterima Republika.
Airlangga menyoroti, IBS yang mengalami kenaikan produksi tertinggi adalah jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan yang tumbuh 9,55 persen.
Sedangkan, pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil (IMK) pada kuartal II 2019 naik sebesar 5,52 persen yoy jika dibandingkan periode yang sama pada 2018. Kenaikan tersebut dipicu naiknya produksi industri komputer, barang elektronik dan optik sebesar 17,74 persen.
Selanjutnya, ditopang pertumbuhan produksi, industri percetakan dan reproduksi media rekaman naik 17,01 persen, serta industri pengolahan lainnya yang juga naik hingga 10,95 persen.
“Kemenperin juga gencar memacu produktivitas di sektor IKM (industri kecil menengah) melalui berbagai program strategis. Misalnya, program e-Smart IKM serta restrukturisasi mesin dan peralatan produksi,” kata Airlangga.
(imas damayanti ed: ahmad fikri noor)