REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cina dengan sengaja membiarkan mata uang Yuan melemah sebagai aksi penyerangan balik terhadap Amerika Serikat (AS). Pelemahan Yuan tersebut cukup berdampak buruk terhadap perekonomian Indonesia.
Menurut Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damanyanti perang dagang AS dengan Jepang Cina menjadi hal yang perlu diwaspadai oleh Indonesia.
“Cina ada suatu action dimana mereka melakukan akhirnya depresiasi yang terjadi di mata uang Yuan terhadap dolar AS cukup signifikan. Dan memang patut diwaspadai,” ujarnya usai pelantikan di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Rabu (7/8).
Destry mengatakan perang dagang tersebut akan memberi pengaruh terhadap global maupun pasar domestik. Apalagi, saat ini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga sedang tertekan.
"Sebab pengaruh global cukup berikan dampak domestik dan juga emerging market keseluruhan. Jadi kita perlu mewaspadai dan terus memonitor bagaimana perkembangan yang terjadi di global," ucapnya.
Dari sisi domestik, kata Destry, tantangannya adalah pertumbuhan ekonomi masih mengandalkan konsumsi rumah tangga. Maka diperlukan upaya peningkatan masuknya investasi ke dalam negeri. "Sebab dari konsumsi masyarakat dan investasi, kalau bisa fokus pada dua hal ini imaka pertumbuhan akan signifikan, karena keduanya sumbang 80 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto)," ungkapnya.
Imbas perang dagang tersebut juga membuat perlambatan ekonomi global. Dana Moneter Internasional (IMF) yang menurunkan proyeksinya dari 3,3 persen menjadi 3,2 persen dalam laporannya Juli 2019 sedangkan Bank Dunia juga memangkas proyeksinya dari 2,9 persen menjadi 2,6 persen.
"Pengaruh global itu cukup berikan dampak pada negara emerging market keseluruhan, termasuk ekonomi domestik. Jadi kita perlu mewaspadai dan terus memonitor bagaimana perkembangan yang terjadi di global," ucapnya.