REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerima manfaat Beastudi Etos merupakan mahasiswa yang dipilih melalui ragam seleksi ketat. Oleh karena itulah Etoser, sebutan bagi penerima manfaat Beastudi Etos, dituntut mampu melakukan kegiatan pemberdayaan melalui ragam inovasi untuk memajukan masyarakat sekitar.
Pada Rabu (7/8) Sociopreneur Camp (SPC) 2019 mengajak 176 penerima manfaat Beastudi Etos melakukan studi banding ke Desa Wisata di Yogyakarta. Para penerima manfaat dibagi ke dalam beberapa tim, setiap tim akan sowan ke desa terpilih lalu menggali keunggulan pemberdayaan desa wisata tersebut.
Ada delapan desa yang menjadi sasaran para penerima manfaat antara lain Kampung Mina Padi, Omah Salak, Kampung Flory, Desa Penting Sari, Ledhok Sambi, Sekolah Sungai Kali Code, Kampung Cyber, dan Desa Wisata Sukunan. Selama berada di desa terpilih Etoser mendapatkan materi terkait pemaksimalisasian sumber daya alam dan sumber daya manusia hingga rencana kerja desa.
"Di masa depan saya memiliki cita-cita membangun kampung yang masyarakatnya melek teknologi, studi banding ini membantu saya memetakan kebutuhan masyarakat di kampung saya kelak,” ujar Dura Etoser Aceh.
Setelah melakukan studi banding, Etoser mempresentasikan hasil kunjungan serta temuannya dihadapan peserta lain. “Kegiatan studi banding ini tak saya dapatkan di kampus, sungguh sangat bermanfaat terutama untuk para milenial. Saya makin mantap untuk memajukan desa saya di Aceh.” timpal Dura.
Bisnis
Milenial dikenal sebagai generasi yang selalu ingin mencoba sesuatu yang baru, salah satunya berbisnis. Hanya saja milenial tak melulu mengetahui tahapan-tahapan bisnis sehingga seringkali bisnis yang dibangun jatuh sebelum waktunya.
Baban Sarbana, CEO PT. Rumah Tulis, mengatakan jika keinginan milenial untuk membangun bisnis merupakan hal positif. Bila milenial menjadi pengusaha, tentu akan memiliki dampak baik untuk masyarakat. Keinginan besar milenial untuk membangun bisnis, menurut Baban, dapat dioptimalisasi sedini mungkin melalui pengembangan strategi melalui pemberdayaan masyarakat.
“Sudah sepatutnya milenial mengubah masalah menjadi potensi dan memaksimalisasi solusi dengan melihat kebutuhan masyarakat di lokasi tempat kalian tinggal,” ujar Baban.
Dalam pendekatan bisnisnya Baban menggunakan Geopreneur sebagai acuan dalam pemberdayaan masyarakat. Geopreneur merupakan pendekatan kewirausahaan sosial berbasis pertanian dan perdesaan yang Baban kembangkan dengan membuat Goal-Setting, Empowerment, Organization melalui tiga langkah membangun kewirausahaan sosial.
“Menetapkan tujuan bersama melalui pendekatan partisipatif wajib dilakukan milenial. Sebab hal tersebut akan membentuk soical mapping sehingga kalian bisa menilik masalah maupun potensi yang ada di masyarakat,” kata Baban.
“Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan berbasis daya saring, daya saing, dan daya sanding akan menghasilkan proses bottom up dan didukung oleh stakeholders yang memiliki peran penting dalam pengentasan masalah dan pengoptimalan potensi masyarakat,” tambahnya.
Baban mengingatkan anak muda untuk menjadi wirausaha yang mengikuti perkembangan zaman melalui ekonomi digital tanpa melupakan penyusunan action plan yang disertai dengan eksekusi detail dan melibatkan ragan komponen masyarakat.
“Jadilah milenial yang kompeten dan berkomitmen menuntaskan agenda membangun masyarakat,” pesan Baban.