REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pakar hukum tata negara Mahfud MD mengatakan, amendemen terbatas terhadap UUD 1945 tetap diperlukan. Usulan amendemen tersebut juga suda didiskusikan di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Bahkan, ia mengatakan, wacana amandemen telah didiskusikan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), MPR, pimpinan partai politik, dan aparat penegak hukum. "Kesimpulanya itu, diperlukan amendemen terbatas terhadap UUD 1945," kata Mahfud di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Senin (12/8).
Mahfud mengatakan, amendemen ini hanya terbatas pada penerapan kembali fungsi Garis Besar Haluan Negara (GBHN). GBHN akan menjadi acuan bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
"Karena sekarang ini dirasakan tidak ada master plan yang menyatu sehingga pusat dan daerah itu kebijakannya tidak sejalan, seringkali," kata Mahfud.
Pembahasan amandemen terbatas ini juga terkait penguatan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Artinya, MPR sebagai lembaga yang berada di atas presiden.
"Tapi yang disepakati itu amendemen terbatas soal materinya apa? Apakah MPR jadi lembaga tertinggi atau tidak? Itu nanti jadi proses pertimbangan yang panjang lagi," kata Mahfud.
Saat ini, kedua pembahasan amendemen terbatas belum ditetapkan. Penetapannya akan diproses oleh MPR.
"Saya kira MPR sekarang tidak ada waktu karena tinggal 1,5 bulan. Tidak mungkin menyelesaikan itu. Meskipun sudah ada ketuanya untuk itu, Ahmad Basarah kan ketuanya," ujar Mahfud.