Jumat 16 Aug 2019 19:23 WIB

Pengamat Nilai Jokowi Tepat Tolak Pilpres Lewat MPR

Isu pilpres dikembalikan ke MPR mengemuka seiring wacana amandemen UUD 1945.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Andri Saubani
Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) menyapa jurnalis usai Sidang Bersama DPD-DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2019).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) menyapa jurnalis usai Sidang Bersama DPD-DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif), Veri Junaidi, menilai, sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyatakan menolak pilpres melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sudah tepat. Dia menegaskan, presiden yang dipilih oleh MPR tidak relevan dengan kondisi saat ini.

"Kalau dilihat dari pemberitaan sebelumnya, Pak Jokowi menyatakan menolak pilpres lewat MPR. Mengapa menolak, karena tidak kontekstual dengan kondisi hari ini.  Langkah presiden sudah benar ya dengan menyatakan penolakan terhadap ide yang dilontarkan oleh PDIP itu, " ujar Veri kepada wartawan di Kantor Formappi, Matraman, Jakarta Timur, Jumat (16/8).

Baca Juga

Namun, kata dia, ide mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara bisa saja disepakati oleh seluruh anggota MPR nantinya. Hanya saja, jika dipaksakan untuk diberlakukan tentu publik akan menolak.

Kemudian, secara substansial, juga tidak tepat jika diberlakukan dalam sistem presidensial. Veri mengingatkan, dalam sistem presidensial saat ini, MPR pun juga merupakan lembaga terpilih (dari pemilu langsung).

"Dalam sistem presidensial, mestinya kekuatanya ada di masing-masing lembaga. Legitimasinya masing-masing ada di parlemen dan presiden.  Kalau sampai ada dua lembaga yang punya mandat dari publik (presiden dan MPR) juga tidak tepat," tegasnya.

Sebab,  jika MPR nantinya menjadi lembaga tertinggi dan hanya berwenang menatapkan GBHN saja, pun disebutnya tidak pas. Veri menilai, sudah bisa dipastikan jika posisinya demikian, MPR juga akan mengawasi implementasi GBHN.

"Yang pasti, kalau MPR sebagai lembaga tertinggi, dia bukan hanya menetapkan GBHN, tapi juga mengawasi impelentasi dari GBHN. Sehingga kalau kemudian GBHN tidak dijalankan oleh presiden pasti arahnya pemberhentian presiden," tambahnya. 

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyatakan tidak setuju dengan gagasan pilpres lewat MPR. Jokowi menilai sistem pilpres saat ini sudah tepat.

Jokowi beralasan, dia terpilih menjadi presiden karena sistem pilpres yang langsung dipilih rakyat. Sehingga, pilpres tidak perlu kembali ke sistem lama. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement