Selasa 20 Aug 2019 18:16 WIB

Kontras Minta Polisi Adil Tangani Insiden Asrama Papua

Pelaku perusakan bendera dan pelaku tindakan rasialis sama-sama harus ditindak.

Suasana konferensi pers terkait pelanggaran HAM yang terjadi kepada warga Papua di kantor KontraS, Jakarta Pusat, Selasa (20/8).
Foto: Republika/Haura Hafizhah
Suasana konferensi pers terkait pelanggaran HAM yang terjadi kepada warga Papua di kantor KontraS, Jakarta Pusat, Selasa (20/8).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Surabaya meminta pihak kepolisian dalam pengungkapan insiden di Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Kota Surabaya, Jatim, pada 16 dan 17 Agustus lalu dilakukan secara adil. Kontras menuntut Polrestabes Surabaya menangkap baik yang melakukan perusakan berndera dan orang-orang yang diduga melakukan tindakan rasialis.

"Sikap kami dalam peristiwa di Asrama Mahasiswa Papua agar kepolisian lebih serius dalam konteks untuk mengungkap siapa dalang peristiwa perusakan bendera itu," kata Ketua Kontras Surabaya Fatkhul Khoir saat menggelar jumpa pers di Kantor Kontras Surabaya Jalan Hamzah Fansyuri, Surabaya, Selasa (20/8).

Baca Juga

Selain itu, lanjut dia, polisi harus adil dalam pengungkapan konteks insiden di Asrama Mahasiswa Papua karena di situ ada ujaran kebencian berupa ras dan etnis yang disampaikan oleh kelompok-kelompok ormas tertentu. Menurut dia, ujaran kebencian itu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

"Itu sebenarnya delik pidana murni, itu artinya polisi yang di lapangan ketika melihat ada tindak pidana berupa ujaran kebencian tersebut bisa melakukan penangkapan tidak harus menunggu pengaduan. Tapi ini tidak dilakukan oleh polisi dan malah itu dibiarkan," katanya.

Mengenai penangkapan mahasiswa Papua oleh aparat keamanan, lanjut dia, Kontras Surabaya menilai tindakan tersebut berlebihan. Semestinya, lanjut dia, aparat keamanan harus mengacu prosedur dalam KUHP yakni melakukan proses pemanggilan dan tidak langsung melakukan upaya penangkapan paksa.

"Pengerahan kekuatan berlebihan ini saya kira menjadi evaluasi utama karena menangkap mahasiswa tidak bersenjata dengan kekuatan luar biasa dengan adanya tembakan gas air mata, menjebol pagar dan lainnya," katanya.

Untuk itu, lanjut dia, Kepala Polrestabes Surabaya harus minta maaf dan menjelaskan soal adanya diskresi yang diambil anak buahnya di lapangan. "Kami berencana melakukan pelaporan mekanisme internal di propam Mabes Polri untuk menguji kebenaran, peristiwa kemarin apakah telah terjadi pelanggaran protap atau tidak. Harus ada tindakan hukum secara menyeluruh, siapapun yang bersalah harus ditindak. Kalau ada ujaran kebencian sudah jelas melanggar UU," katanya.

Hal sama juga dikatakan Sekjen Federasi Kontras, Andi Irfan. Ia mengatakan, kepolisian harus bertindak secara prefesional karena persoalan tersebut merupakan delik murni.

"Tidak perlu ada yang mengadu, unsur berbau rasialisme melanggar UU 40/2008. Harusnya kapolres cepat bertindak untuk menunjukkan kredibilitas polisi Surabaya punya komitmen dalam menegakkan hukum. Jangan sampai posisi polres setara dengan ormas yang melakukan kekerasan atau tindakan di luar porsedur hukum," katanya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement