REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga riset The Habibie Center (THC) memaparkan upaya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memulihkan mantan napi terorisme masih minim. Hal itu diketahui setalah lembaga tersebut mengumpulkan data selama dua tahun terkahir.
"Upaya pemulihan itu hanya tiga persen saja," kata Direktur Program dan Riset THC Muhammad Hasan Ansori dalam diskusi dan peluncuran buku 'Memberantas Terorisme di Indonesia: Praktik, Kebijakan, dan Tantangan' di Hotel Atlet, Jakarta Pusat, Selasa (20/8).
Sedangkan upaya pencegahan mencapai 53 persen. Sisanya, 44 persen merupakan penindakan.
Ansori menuturkan, upaya pemulihan atau deradikalisasi terhadap mantan napi teroris juga cenderung tak berkelanjutan, termasuk minimnya evaluasi dan monitoring. "Hal ini tidak terlepas dari minimnya pelibatan pemerintah lokal dalam program deradikalisasi," ucapnya.
Padahal, kata dia, pemerintah lokal bisa menjadi aktor terdepan dalam melakukan upaya deradikalisasi. Terlebih, pemerintah lokal bisa menggunakan berbagai pendekatan yang bermuatan budaya dan perspektif lokal.
Selain itu, lanjut Ansori, upaya deradikalisasi masih fokus pada aspek agama dan sosial-psikologis saja. Padahal masih ada lima aspek lainnya yang juga yang harus disasar oleh BNPT.
"Yakni aspek pendidikan, keluarga, relasional, kesenian, dan vokasional," ucapnya.
Menurutnya, aspek lain ini penting untuk diperhatikan supaya upaya deradikalisasi bisa berjalan optimal.